TANGERANG | BD — Sengketa lahan di Desa Cikupa, Kabupaten Tangerang, berujung pada penetapan 12 warga sebagai tersangka. Mereka diduga menyerobot lahan proyek pembangunan pusat niaga dan kini mencari perlindungan hukum ke DPRD.
Ketegangan antara warga dan pemerintah desa bermula sejak 2021, membuat hubungan sosial di masyarakat renggang. Laporan Kepala Desa Cikupa, Ali Makbud, ke Polresta Tangerang, dinilai sebagian warga sebagai bentuk kriminalisasi terhadap tanah yang telah mereka tempati selama bertahun-tahun.
“Kami ke DPRD bukan untuk menentang kepala desa, tapi mencari keadilan dan perlindungan hukum,” ujar salah satu warga dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I DPRD Kabupaten Tangerang, Senin (20/10/2025).
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Tangerang, Bimo Mahfudz Fudianto, menilai kasus ini bukan sekadar persoalan hukum, tapi juga persoalan sosial yang harus diselesaikan secara damai.
“Pendekatan restorative justice perlu diterapkan agar masyarakat tidak semakin terpecah,” katanya.
Bimo menambahkan bahwa pihaknya mengundang para pihak terkait untuk membahas aduan warga yang merasa dirugikan. “Kami meminta agar laporan polisi tersebut bisa dicabut dan dikaji kembali,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa kebenaran sengketa lahan hanya bisa diputuskan oleh pengadilan. “Kedua pihak punya bukti alas hak masing-masing. Tapi kebenaran hanya satu,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Cikupa, Ali Makbud, menyatakan siap mempertimbangkan pencabutan laporan terhadap warga.
“Kalau saya tidak niat mencabut, dari dulu mereka sudah ditahan. Tapi mereka warga saya juga,” ungkapnya.
Ali berharap penyelesaian dilakukan secara kekeluargaan. “Yang penting menjaga hubungan baik di desa,” ujarnya.
Kasus ini menjadi gambaran nyata bahwa persoalan agraria sering kali merembet pada aspek sosial dan kemanusiaan di tingkat akar rumput. (*)