Oleh : Dr. Zulkifli, MA
Dosen Tetap Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Tangerang, Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
OPINI | BD — Pendidikan keluarga merupakan proses usaha secara sadar yang dilakukan kedua orangtua terhadap keturunannya. Kedua orangtua secara naluriah bertanggung jawab terhadap putra dan putrinya dalam membimbing, mengarahkan dan membiasakan sedini mungkin dalam menciptakan kebaikan di dalam keluarga berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dalam mencetak keturunan yang berintegritas sesungguhnya.
Pendidikan kejujuran sesungguhnya harus dimulai dari diri sendiri dengan bekerja sama lewat hati nurani. ”Istafti Qolbaka ” (Minta bekerjasamalah kepada hatimu). Maka pada akhirnya hendaklah kamu pegang kejujuran itu. Sesungguhnya kebenaran membawa kepada kebajikan dan kebajikan membawa ke surga. (HR. Bukhari).
Pembinaan pola kejujuran dapat terwujud dengan baik manakala ia selalu melewati proses dalam kehidupan ini dengan menjalankan 5 pembiasaan yaitu :
1. Dengan membawa Iman, manusia akan sukses di dunia dan akhirat jika dalam melakukan segalanya dalam hidup selalu membawa Iman. Dengan adanya keyakinan dalam melakukan aktivitas keseharian baik dia menjadi bawahan atau pimpinan, suami atau istri ketika dia yakin Allah SWT mengawasi dan mencatat segala gerak gerik apa yang kita lakukan selama kita masih bernapas.
2. Dengan membawa keikhlasan, maksudnya segala yang dilakukan manusia dari mulai mata terbuka sampai dengan mata kita tertutup dalam melakukan sesuatu untuk orang lain berusaha selalu menghadirkan ridho Allah SWT, bukan ingin imbalan apalagi jabatan, semua kenikmatan dunia sifatnya sementara tidak akan langgeng apalagi kekal.
3. Dengan Ihsan, Ketika proses pendidikan, pengajaran dan pembiasaan dimulai dengan baik terhadap keluarga dalam hal ini keteladanan dari sang bapak dengan proses pembinaan ke musholah atau masjid disertai dengan pembiasaan bersedekah maka jiwa empati terhadap sesama akan lahir dan membentuk. Karakter menuju kebaikan menuntut keistiqomahan akan terpatri lewat pembiasaan dan keteladanan.
4. Dengan Ilmu, proses pendidikan dikeluarga dimulai dengan penjelasan dan argumentasi yang real memakai rujukan Al-Qur’an dan Hadits, orangtua menjelaskan dengan ilmu masalah halal dan haram.
5. Dengan Keistiqomahan, Pemimpin keluarga harus bisa mempertahankan kebaikan dan mengajarkan tentang hak dan kewajiban. Para anak akan belajar mengawal kebaikan dan kebenaran dari pembiasaan kedua orangtuanya, bukan sekedar hiasan dan perkataan dibibir saja.
Sesungguhnya tidak ada perbuatan dan ucapan baik kecuali kejujuranlah yang mendasari dalam kehidupan. Oleh karenanya Allah SWT menyuruh orang-orang mukmin agar selalu berkata benar dan jujur. ”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang jujur/benar (surat 33 ayat 70).
Merupakan pola pembiasaan di dalam mengarungi samudra kehidupan, pertama dari menyamakan visi dan misi dalam membina dan membangun keluarga, kedua segala sesuatu selalu bermula dari contoh yang kecil. Bahwa tidak ada dalam sejarahnya sesuatu bisa muncul menjadi besar tanpa diawali dari contoh yang kecil.
Rumah tangga bagaikan bangunan yang kokoh tidak akan mungkin berdiri menjadi besar dan megah jika tidak didukung oleh fondasi, pasir, batu, dan semen yang cukup. Hal inilah yang terjadi pada sebuah negara juga.
Negara tidak akan menjadi baik jika miniatur terkecil yaitu keluarga tidak baik. Keluarga menurut pandangan Islam tidak hanya sebuah tempat berkumpulnya suami, Istri dan amanah Allah SWT yaitu anak, tetapi lebih dari itu keluarga berperan penting dalam menentukan nasib sebuah bangsa dan negara. Secara khusus Allah SWT telah mengingatkan kepada makhluk Ciptaannya Manusia Al-Qur’an Surat 66: 6.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Allah SWT juga menegaskan paling merugi di hari kiamat ketika manusia kehilangan keluarga yang disayangi. Sebagaimana firman Allah surat 42:45
Dan apabaila kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam Keadaan tunduk karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. dan orang-orang yang beriman berkata: “Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan (kehilangan) keluarga mereka pada hari kiamat. Ingatlah, Sesungguhnya orang- orang yang zalim itu berada dalam azab yang kekal.
Yang dimaksud ayat di atas dengan kehilangan diri dan keluarga ialah tidak merasakan kenikmatan hidup abadi karena disiksa. Maksudnya sebuah keharusan perbaikan keluarga menjadi harga mati dalam sebuah membangun negara. Dalam hal ini setiap suami dan Istri harus melihat dan memahami langkah langkahnya :
1. Memperbaruhi selalu keharmonisan kualitas keluarga dengan menanamkan, membina dan membiasakan nilai-nilai ketauhidan dalam kehidupan sehari hari.
2. Menerima kritik dan saran selagi itu membawa kepada kebaikan keluarga untuk tidak otoriter atau mau menang sendiri, contoh bagaimana pola pendidikan keluarga yang dibangun nabi Ibrahim Alaihissalam dan keluarganya manakala diperintahkan Allah untuk menyembelih putranya yang diawali beberapa kali lewat mimpi, tetapi seorang ayah yang baik mengajak putranya berdialog dan berdiskusi dahulu apakah kebenaran mimpinya itu bisa diterima atau tidak. Musyawarah atau dialog antara nabi Ibrahim dan nabi Ismail alaihissalam digambarkan dalam Al-Qur’an surat 37 : 102
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.
3. Dengan membudayakan berdialog menerima kritik dan saran sebagai sebuah nasehat maka keluarga akan selalu harmonis dan sakinah.
Kedua orangtua selalu memperbanyak doa serta memohon selalu kebaikan dan keberkahan untuk keluarga, Misalkan suami dan istri menjadi teladan bagi anak anaknya, pemimpin memberikan contoh kepada bawahannya. Sebagaimana dalam Al-Qur’an surat 25 : 74
Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Semoga Allah senantiasa membimbing pemimpin keluarga dalam mendidik, mengajarkan dan membiasakan berbuat kebaikan dan kejujuran kepada anggota keluarganya, sehingga akan menjadi karakter ketika anak sudah tumbuh remaja, dewasa dan menjadi kepala keluarga atau ditunjuk menjadi pemimpin dimana saja berada aamiin, wallahu a’lam bishawwab. (*)
Tidak ada komentar