Dari Wacana Jadi Aksi, Inspirasi dari Buku Mas Abe: Jalan Terjal Minelial Menuju Parlemen

waktu baca 5 menit
Sabtu, 14 Sep 2024 22:05 0 79 Redaksi

TANGERANG | BD – Politik adalah wahana beradu gagasan sebagai proses dialektika untuk mencapai puncak pemikiran terbaik kemudian menjadi aksi nyata. Abraham Garuda Laksono atau yang biasa akrab disapa mas Abe menyeru anak muda, khususnya kaum milenial, untuk tidak alergi dan apatis terhadap politik, sebaliknya justru harus bersikap pro aktif.

Gagasan mas Abe tersebut terabadikan dalam buku Jalan Ternal Milenial Menuju Parlemen yang merupakan resume dari buah pikirannya yang terekam media massa. Mas Abe meyakini, anak muda berpolitik itu baik, sebagamana teladan dari para tokoh besar bangsa ini, salah satunya Soekarno-Hatta.

Bukan Karpet Merah, Tapi Jalan Terjal

Meski putra dari politisi senior PDI Perjuangan yang juga anggota DPR RI, Ananta Wahana, mas Abe tidak serta merta menikmati karpet merah untuk meraih posisinya terpilih sebagai anggota DPRD Provinsi Banten periode 2024-2029 dengan mudah. Sebagai sosok yang dididik untuk hidup mandiri, sang ayah hanya sebagai mentor semata di antara guru-guru politiknya yang lain.

“Bahkan ayah mengajarkan kepada saya memulai dengan mengangkat kursi, artinya aktif dalam kegiatan partai, belajar dari mengangkat kursi untuk acara partai. Itu pun saya lakukan,” ujarnya saat bercerita awal dirinya memulai karir sebagai politisi muda dan meninggalkan zona nyamannya sebagai pekerja di perusahaan ternama demi dedikasi menjadi refresentasi suara kaum milenial di parlemen pada acara bedah buku tersebut yang berlangsung di Padepokan Karang Tumaritis, Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Kamis, 14 September 2024.

Ketertarikan mas Abe pada politik pun dimulai tahun 2019 saat dirinya menemukan makna bahwa politik bisa mengubah dan menyelematkan nyawa seseorang yang sudah tidak berdaya. Pengalaman membantu seseorang yang sakit hingga kembali sembuh itu pun tertanam kuat di ruang ingatannya, hingga ia menyakini jika menjadi politisi adalah pilihan terbaik jalan hidupnya.

“Saat itu, saya dibantu ayah saya. Ayah saya hanya memberi dua nomor ponsel, nomor anggota DPRD di Jakarta dan staf komisi IX DPR RI. Akhirnya, syukur alhamdulilah, ibu tersebut bisa dioperasi dengan kondisi saat itu ibu tersebut memang tidak punya uang, sakit tumornya sudah ganas di otak, tapi syukur alhamdulilah bisa dioperasi oleh dokter-dokter terbaik,” terangnya.

“Nah, disitulah saya akhirnya saya membuktikah oh ini yang ternyata bisa dilakukan oleh politik. Kemudian saya meninggalkan tawaran pekerjaan di Singapura dan memutuskan menjadi politisi dan akhirnya berhasil terpilih menjadi anggota DPRD Banten,” imbuhnya.

Bonnie Triyana, sejarawan muda Indonesia. (Foto: Ist)

Bonnie Triyana, sejarawan muda Indonesia yang memberi kata pengantar pada buku yang diterbitkan PT Gramedia itu menerangkan, jalan terjal yang harus dilalui oleh Abe bukan hanya saat akan mencalonkan diri menjadi anggota DPRD Banten, melainkan sejak saat ini, kala buku tersebut diterbitkan.

Menurut Bonnie, pilihan Abe merekam rekam jejaknya yang berupa aktivitas serta gagasan-gagasan politiknya adalah sebuah terobosan, karena buku tersebut pun akan menjadi pandu yang selalu mengingatkan Abe atas visi politiknya sebagai politisi milenial yang harus menjadi pembaharu dengan gagasan dan aksi nyata di parlemen.

“Buku ini akan menjadi inspirasi anak-anak muda untuk masuk politik. Buku memoar biasanya ditulis oleh mereka yang sudah sepuh. Tapi Abe menulisnya justru diawal karir, ini sangat menarik. Sebab buku ini akan menjadi refleksi dari pertanggungjawaban Abe dalam keseharian yang harus sejalan dengan apa yang telah dituliskan. Sehingga jalan terjalnya tidak berhenti di sini, tapi seterusnya,” terangnya.

Penggagas museum Multatuli di Lebak, Banten itu pun menyandingkan Abe dengan Sjahrir, Soekarno, Muhammad Hatta, Tan Malaka serta tokoh-tokoh bangsa lainnya yang memulai perjuangan politik dengan penuh jalan terjal yang mewariskan pergolakan pemikiran dan perjuangannya melalui buku.

“Abe adalah sosok yang merefresentasikan generasi yang berbeda yang harus mampu membongkar tradisi-tradisi politik lama dengan tradisi baru, yaitu banyak bertanya dan bertarung gagasan di ruang politik,” tegasnya.

Tjiptaning: Abe anak yang jujur, baik dan cinta rakyat

Ketua DPP PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning yang menjadi keynote speaker pada bedah buku tersebut memuji keberhasilan Abe yang pada usia 23 tahun berhasil masuk parlemen di tingkat provinsi. Sosok yang vokal bersuara di parlemen itu pun berpesan agar Abe terus bonding dengan rakyat, turun ke konstituen dan menyatu bersama mereka.

“Abe ini anak yang jujur, baik dan cinta pada rakyat. Jika terus bonding dengan rakyat, maka akan semakin dicintai rakyat,” katanya.

Ribka Tjiptaning (Foto: Ist)

Selain itu, Tjiptaning juga berpesan agar Abe tetap teguh pada garis ideologi partai dan setia pada suara nurani meski kadang berseberangan dengan kawan sendiri. “Dalam dunia politik, kita harus kuat, kadang berseberangan, kadang bergandengan tangan, tentunya semua demi kepentingan rakyat,” katanya.

Dia juga menyerukan kepada kaum milenial untuk berkaca pada keberhasilan Abe, sehingga buku yang diluncurkan pada kesempatan tersebut pun direkomendasikannya untuk dibaca oleh mereka yang masih skeptis terhadap politik.

“Abe sudah bisa bikin buku, luar biasa. Abe harus terus maju ke depan, jangan mundur,” tegasnya.

Suara Editor: Abe Wajah Baru, Semangat Baru

Endang Jaya Permana (Foto: Ist)

Senada, Endang Jaya Permana yang menjadi editor buku tersebut bersama Didi Wahyudi mengatakan, Abe adalah wajah baru dengan semangat baru di kancah politik kekinian.

“Sosok Abraham merupakan ‘wajah baru’ dan regenerasi dalam kepemimpinan modern di lembaga legislatif , yang cocok dengan suasana kebatinan milenial,” ungkap Endang Jaya Permana, editor buku tersebut.

Menurutnya, buku “Jalan Terjal Milenial Menuju Parlemen” merupakan rekam jejak perjalanan Abraham dengan nama beken sapaan teman-temannya Abe, berhasil meraih kursi parlemen Banten.
Dimuat dalam artikel berita di beberapa media online, baik lokal maupun nasional yang kemudian dirangkum dalam buku.

“Buku ini adalah rekaman perjuangan Abraham sebagai milenial. Dari modal nol pengalaman politik, hingga dia terpilih menjadi anggota parlemen Banten. From zero to hero,” pungkasnya. (Red)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA