TANGERANG | BD — Pagi Jumat, 28 November 2025, halaman Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis tampak lebih sejuk dan hidup dari biasanya. Puluhan anak muda berkumpul untuk sebuah tujuan sederhana namun sarat makna: menanam pohon sebagai investasi masa depan. Kegiatan ini diikuti berbagai lapisan generasi—dari Gen Z, Gen Alpha, milenial, mahasiswa UMN, kader PDI Perjuangan, hingga anak-anak pengungsi Afghanistan yang ikut berpartisipasi menanam bibit pohon.
Di tengah mereka hadir Anggota DPRD Provinsi Banten, Abraham Garuda Laksono. Ia tidak hadir sekadar sebagai pejabat publik, melainkan sebagai bagian dari generasi yang ingin menjawab panggilan Ibu Pertiwi. Dengan tangan berlumuran tanah seperti peserta lain, Abraham menekankan bahwa menanam pohon bukan sekadar simbol, melainkan bentuk nyata kepedulian terhadap bumi.
“Aksi hari ini adalah wujud komitmen kita terhadap alam. Kita ingin menjaga bumi, bukan merusaknya,” kata Abraham. Ia menekankan bahwa kerusakan lingkungan—mulai dari deforestasi hingga perubahan iklim ekstrem—terjadi karena hubungan manusia dengan alam mulai memudar. Oleh sebab itu, ia mendorong untuk menghidupkan kembali tradisi lama: menanam satu pohon setiap kali seorang anak lahir, sebagai tanda harapan dan tanggung jawab menjaga bumi.
Suasana semakin hangat ketika dua anak pengungsi Afghanistan ikut menanam bibit dengan penuh semangat. “Senang bisa ikut menanam pohon, ini pengalaman berharga bagi saya,” ujar Frishta, salah satu peserta. Mahasiswi UMN, Karolin Sherli Aulea, menambahkan, “Kegiatan ini mengajak kita untuk lebih peduli terhadap lingkungan.” Sementara Sukoto, perwakilan kader PDI Perjuangan, menyebut, “Ini adalah upaya nyata masyarakat menjaga kelestarian alam.”
Abraham juga mengaitkan kegiatan sederhana ini dengan prinsip Marhaenisme—bahwa alam adalah rumah bagi rakyat kecil, dan merawatnya sama artinya dengan melindungi kehidupan mereka. Ia menekankan pentingnya politik hijau sebagai arah pembangunan bangsa: membangun ekonomi berkelanjutan, memperluas ruang hijau, serta meningkatkan ketahanan pangan.
Dalam refleksinya, Abraham menyinggung teladan Megawati Soekarnoputri yang konsisten menanam dan merawat pohon sepanjang hidupnya. Menurut Abraham, mencintai bumi tidak memerlukan sorotan publik—cukup ketulusan dan kerja nyata.
Kegiatan ditutup dengan pembagian bibit kepada peserta untuk ditanam di lingkungan masing-masing, sebagai bentuk komitmen melanjutkan gerakan penghijauan. Di bawah sinar matahari pagi yang mulai meninggi, puluhan tangan muda menanam bibit pohon—sebuah simbol harapan dan jawaban tulus bagi Ibu Pertiwi: kami siap menjaga bumi, seperti bumi yang telah merawat kita. (*)
