TANGERANG | BD — Direktur Karang Tumaritis Institute, Abraham Garuda Laksono mengatakan bahwa perilaku ekstremisme adalah musuh Pancasila.
Hal itu disampaikan Abraham dalam forum Sosialisasi 4 Pilar bersama Anggota MPR RI Ananta Wahana dan Tokoh Pemuda Khatolik Komisariat Daerah Banten, Mikael Laurensius.
“Ekstremisme tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Ekstremisme justru menghilangkan nilai toleransi, kemudian menyebabkan perpecahan antar bangsa,” kata Abraham kepada para peserta yang terdiri dari umat Khatolik, di Chara Nepri Cafe & Resto Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten, Sabtu, 9 September 2023.
Selain ekstremisme, kata Abraham, sifat individualisme menjadi musuh Pancasila lainnya. Sebab orang individualis, lanjut dia, tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
Terlebih lagi, individualisme akan membuat generasi milenial menjadi acuh tak acuh akan bangsa Indonesia, bahkan terhadap tetangganya sendiri.
“Yang penting aku senang. Aku menang. Persetan orang susah. Karena Aku. Yang penting asyik,” kata Abraham, pemuda jebolan James Cook University Singapura, mengutip lirik lagu Iwan Fals berjudul Bento.
Karena itu, Abraham mengingatkan bahwa sindiran lagu tersebut tidak boleh tercermin kepada diri bangsa, terlebih generasi muda.
Untuk menangkalnya, Abraham mengatakan bahwa setiap masyarakat Indonesia harus mengikuti saran daripada penggagas Pancasila yaitu, Bung Karno.
Abraham menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia harus menjadikan Pancasila sebagai keyakinan atau ideologi bangsa.
Selanjutnya, kata dia, keyakinan tersebut haruslah berorientasi kepada tingkah laku.
“Kata Bung Karno Pancasila adalah filosfiche groundslag atau weltanshaung (ideologi), kemudian menjadi action oriented” kata Abraham mengutip istilah Bung Karno.
“Artinya, sistim pemikiran yang terkandung dalam ideologi ini menghasilkan perbuatan. Jika tidak, maka hanyalah angan-angan atau keinginan belaka saja,” pungkasnya.
Memperkuat pernyataan Abraham, Anggota MPR RI, Ananta Wahana mengungkapkan berbagai lembaga dan elemen masyarakat sudah terpapar ekstremisme.
Hal itu terbukti, kata Ananta, dari berbagai sumber riset seperti yang dilakukan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan lainnya pada kurun tahun 2018.
“Bayangkan, ada 7 kampus besar dan 3% Anggota TNI terpapar ekstremisme. 50% guru cenderung intoleran dan 46,09% cenderung radikal. Parahnya, 19, 4% PNS tidak setuju Pancasila” kata Ananta.
Sehubungan dengan itu, Ananta menceritakan peran tokoh-tokoh Katholik dalam membangun bangsa, seperti: W. R. Supratman, Mgr Albertus Soegijapranata, Romo Y. B. Mengunwijaya, dan lainnya.
“Karena itu, kaum Kristiani haruslah terlibat secara aktif dalam kehidupan sosial, keluarga, kebudayaan, kerja ekonomi, dan politik sesuai kemampuannya” ujar politisi PDI Perjuangan, yang identik mengenakan Blangkon bermotif batik Suku Baduy.
Selanjutnya, Ananta berpesan agar Umat Katholik dapat menghindari tantangan-tantangan yang dihadapi di Indonesia, yang dapat menimbulkan perpecahan.
“Saya titip pesan agar umat Katholik menghindari pemahaman agama yang sempit, SARA, pudarnya toleransi, dan kurangnya keteladanan” imbuhnya.
Dalam pantauan, para peserta terlihat antusias dan terjadi tanya jawab interaktif dalan kegiatan tersebut.
Di akhir kegiatan sosialisasi, Ananta memberikan bantuan pangan berupa paket sembako kepada para peserta. (Tim)