Site icon BantenDaily

Aktivis Soroti Ketidakseriusan Satpol PP dalam Penutupan Galian Tanah di Kronjo

Aktivis lingkungan menyoroti ketidakseriusan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Tangerang dalam menutup tambang ilegal di Kecamatan Kronjo. Meskipun penutupan telah dilakukan di beberapa lokasi, aktivitas galian tanah terus berlanjut. Founder Teratai Institute, Yanto, menilai pemerintah dan aparat penegak hukum tidak mengambil tindakan tegas, serta mendesak legalisasi tambang untuk pemulihan ekosistem dan peningkatan pendapatan daerah.

Yanto, Founder Teratai Institute. (Foto: Ist)

TANGERANG | BD – Maraknya tambang ilegal tipe C di Kabupaten Tangerang kembali menjadi sorotan. Aktivis lingkungan menilai tindakan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Tangerang dalam menutup lokasi galian tanah dinilai tidak serius. Meski telah dilakukan langkah-langkah penutupan terhadap lima lokasi galian di Desa Pasilian, Bakung, dan Pangejahan (Kecamatan Kronjo), serta Desa Daon (Kecamatan Rajeg) dan Desa Tamiang (Kecamatan Gunung Kaler) pada 29 Juli 2024, hingga kini aktivitas galian tanah tersebut masih berlangsung.

Pada 2 Agustus 2024, penutupan juga dilakukan oleh Satpol PP Provinsi Banten di dua lokasi, yakni Desa Pasilian dan Bakung di Kecamatan Keronjo. Namun, meski telah ada upaya penutupan, galian tanah tersebut tetap beroperasi. Yanto, Founder Teratai Institute, mengungkapkan bahwa Satpol PP dinilai lemah dalam melaksanakan penindakan terhadap galian ilegal.

“Secara aturan, galian ini menjadi kewenangan provinsi, namun penutupan oleh provinsi juga tidak serius. Saya menduga ada upaya pembungkaman,” ungkap Yanto kepada wartawan, Selasa, 29 Oktober 2024. Ia menambahkan, pemerintah dan aparat penegak hukum seolah tutup mata terhadap realitas yang ada.

Yanto menegaskan, pemerintah setempat seharusnya menyadari bahwa legalisasi tambang akan memberikan manfaat, baik dari segi pendapatan asli daerah (PAD) maupun untuk pemulihan ekosistem dan pemanfaatan pascatambang. “Sangat disayangkan, tambang tersebut lebih baik dilegalkan,” tegasnya, yang sekaligus menjabat sebagai Ketua SAN Pusat Indonesia.

Berdasarkan Pasal 67 ayat 3 Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang 2011-2031, kegiatan galian pasir, tanah, atau penambangan lainnya dilarang apabila merusak lingkungan. Selain itu, sanksi bagi pengusaha yang melanggar juga diatur dalam UU No 04 Tahun 2009  tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dapat dipidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal sepuluh miliar rupiah.

Dengan keadaan yang ada, NGO Teratai Institute mendesak Pemerintah Kabupaten Tangerang dan Provinsi Banten untuk bertindak tegas tanpa adanya kolusi dengan pemilik atau penyedia lahan. Yanto juga menyindir DPRD Kabupaten Tangerang yang dinilai hanya melakukan rapat tanpa mengambil tindakan tegas terhadap masalah ini. (*)

Exit mobile version