Site icon BantenDaily

Aktivis Tolak Proyek Geothermal Gede Pangrango, Khawatir Cisadane Tercemar

Aksi aktivis menolak proyek geothermal Gede Pangrango karena dinilai mengancam air, hutan, dan ekosistem kawasan.

Spanduk protes bertuliskan “Tolak Geothermal Gede Pangrango” terbentang di Jembatan Kaca Sungai Cisadane, Kota Tangerang, sebagai bentuk penolakan warga dan aktivis terhadap proyek panas bumi yang dinilai mengancam ekosistem dan sumber air. (Foto: Ist)

TANGERANG | BD Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Komite Suara Sipil menggelar aksi penolakan terhadap rencana pengembangan proyek panas bumi (geothermal) di kawasan Gunung Gede Pangrango pada Sabtu malam, 15 November 2025. Dalam aksi yang berlangsung di Jembatan Kaca Sungai Cisadane, Kota Tangerang, para peserta membentangkan spanduk sebagai bentuk protes dan peringatan atas potensi ancaman pencemaran terhadap salah satu sungai utama di Banten dan Jawa Barat.

Topan Bagaskara, selaku Humas Komite Suara Sipil, menjelaskan bahwa aksi tersebut dilakukan untuk mengingatkan publik mengenai risiko besar yang dapat mengganggu sumber air bersih bagi jutaan warga apabila proyek tetap dilanjutkan.

Ancaman pada Kawasan Cagar Biosfer Dunia

Gunung Gede Pangrango merupakan bagian dari Cagar Biosfer Dunia UNESCO sejak 1977 dan menjadi kawasan konservasi yang memegang peranan vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem serta ketersediaan sumber air. Dengan status internasional tersebut, kawasan ini sebenarnya memiliki perlindungan ketat dari aktivitas eksploitasi, terutama yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan tinggi seperti geothermal.

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) menjadi titik hulu bagi empat Daerah Aliran Sungai (DAS) besar—Citarum, Cimandiri, Cisadane, dan Ciliwung. Tercatat terdapat 94 titik mata air dengan total debit mencapai 594,6 miliar liter per tahun yang menopang kebutuhan air sekitar 30 juta penduduk.

“Air adalah sumber kehidupan. Jika rusak, kehidupan kami juga ikut terancam,” ujar Topan.

Proyek Geothermal Berjalan Senyap Sejak 2022

Aktivitas eksplorasi oleh PT Daya Mas Geopatra Pangrango, perusahaan yang berada di bawah naungan Sinar Mas, dilaporkan meningkat sejak 2022. Kegiatan itu mencakup pembukaan akses jalan, pematokan lahan, hingga pembelian lahan warga di wilayah Pacet dan Cipanas, Kabupaten Cianjur.

Masyarakat khawatir proyek tersebut akan menggerus ruang hidup, mengganggu kualitas serta debit air, dan merusak kawasan hutan lindung. Lokasi pengeboran juga disebut-sebut dekat dengan sumber mata air yang selama ini digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Risiko Lingkungan: Gas Berbahaya, Limbah B3, hingga Masalah Geologi

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyoroti sejumlah insiden dalam pengoperasian geothermal sebelumnya, termasuk korban jiwa di Mandailing Natal dan Dieng, serta kejadian keracunan gas hidrogen sulfida (H₂S).

Penelitian PPSDM Migas oleh Wahyu Mei Trianto dan Sulistyono mengungkap bahwa limbah brine dan sludge dari pembangkit listrik tenaga panas bumi dapat mengandung zat berbahaya seperti H₂S, merkuri (Hg), arsen (As), minyak, dan limbah B3 lainnya. Apabila terjadi kebocoran, cemaran tersebut bisa merusak tanah, air, dan mengancam kesehatan masyarakat.

Selain itu, aktivitas eksploitasi geothermal juga berpotensi menimbulkan penurunan tanah (subsiden), kerusakan habitat satwa, hingga memicu gempa kecil akibat gangguan struktur geologi di bawah permukaan.

Sungai Cisadane Terancam Tercemar

Komite Suara Sipil menilai proyek panas bumi di Gede Pangrango dapat berdampak langsung terhadap Sungai Cisadane—sumber air baku penting bagi PDAM, irigasi pertanian, serta kebutuhan rumah tangga di Banten dan sebagian wilayah Jawa Barat.

“Konflik agraria seperti ini selalu muncul dari praktik ekstraktivisme yang mengorbankan ruang hidup masyarakat. Semuanya dibalut dengan narasi pembangunan,” tegas Topan.

Penolakan Warga Makin Kuat

Menurut Topan, masyarakat yang tinggal di sekitar TNGGP telah menyatakan penolakan tegas terhadap proyek tersebut. Mereka menilai potensi kerusakan ekologis jauh lebih besar dibandingkan manfaat energi yang ditawarkan.

“Kami meminta pemerintah menghentikan proyek ini dan mendengarkan suara masyarakat demi menjaga kelestarian cagar biosfer dunia yang menjadi sumber air bagi puluhan juta penduduk,” pungkasnya. (*)

Exit mobile version