Site icon BantenDaily

Al Muktabar Siap Diperiksa Kejagung Terkait Korupsi Dana Hibah Ponpes Tahun 2020

Penjabat Gubernur Banten, Al Muktabar. (Foto : TangerangDaily)

SERANG | BD — Penjabat Gubernur Banten Al Muktabar mengaku siap diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus korupsi dana hibah untuk pondok pesantren tahun anggaran 2020.

Sebelumnya, Koalisi Mahasiswa Pejuang Keadilan (KOMPAK) Banten melaporkan kasus korupsi yang diduga melibatkan Al Muktabar tersebut ke JAM Tindak Pidana Khusus Kejagung pada Selasa, 24 Oktober 2023.

Kepada awak media, Al Muktabar membantah terlibat dalam dugaan kasus korupsi tersebut, meski ia mengakui telah melanjutkan perencanaan usulan dana hibah tersebut yang belakangan bermasalah.

“Pertama saya menjadi Sekda itu dilantik 27 Mei 2019 dan saya mulai aktif itu di bulan Juni 2019. Proses perencanaan pada waktu itu secara menyeluruh sudah berjalan oleh sekda-sekda sebelumnya. Dan di dalam kerangka itu tim TAPD bekerja, dan saya sebagai ketua TAPD ex officio dengan momen itu kan tidak mungkin saya menghentikan program karena itu harus berlanjut terus, maju ke KUA dan PPAS,” ujarnya dikutip Kamis, 26 Oktober 2023.

Dia mengatakan, setelah program dilaksanakan, pelaksanaannya ada masalah dan itu tanggung jawab teknis pelaksanaan.

“Dan itu semua proses berjalan. Dan sampai programnya ditetapkan, lalu dilaksanakan. Nah tingkat pelaksanaannya ada problem itu adalah tanggungjawab teknis pelaksanaan. Diproses perencanaan semua sudah kita lakukan dengan sebaik-baiknya dan juga itu telah masuk ke proses hukum. Dan dalam proses hukumnya sudah ditetapkan siapa yang bertanggung jawab terhadap itu,” katanya.

Al Muktabar mengaku siap kembali diperiksa oleh kejaksaan terkait hal itu bila kasus korupsi dana hibah ponpes 2020 kembali dibuka pihak kejaksaan.

“Ya tentu kan sebagai warga negara, saya taat hukum. Terus apa yang harus disampaikan, saya sampaikan. Keterangannya seperti itu,” ujarnya

Sementara, Ketua Presidium Koalisi Mahasiswa Pejuang Keadilan (KOMPAK) kepada wartawan mengatakan, laporan pihaknya kepada Kejagung terkait dugaan keterlibatan Pj Gubernur Al Muktabar pada dugaan korupsi dana hibah Ponpes 2020.

Sifan mengatakan dugaan keterlibatan Al Muktabar terjadi saat yang bersangkutan menjabat sebagai Sekda Provinsi Banten.

“Pada tahun tersebut Al Muktabar menjabat sebagai Sekda Pemprov Banten, sekaligus mengetuai TAPD (Tim Anggran Pemerintah Daerah). Otomatis yang bersangkutanlah yang meloloskan anggaran para calon penerima dana hibah tersebut yang hanya berupa usulan dan bukan hasil rekomendasi yang telah terverifikasi,” katanya.

Sifan menegaskan bahwa akar dari korupsi dana hibah ponpes terletak pada persetujuan anggaran dan juga calon penerima yang tidak diverifikasi terlebih dahulu.

“Menurut saya, akar persoalan korupsi dana hibah ponpes itu berawal dari persetujuan anggaran tersebut (oleh Ketua TAPD—red) dan para calon penerima yang tidak diverifikasi terlebih dahulu. Dengan demikian, perlu dibuka pengusutan kembali terkait pihak-pihak yang terlibat,” tegasnya.

Sifan mendorong Kejagung kembali mengusut semua pihak yang terlibat dalam kasus korupsi dana hibah Ponpes 2020.

“Harapan saya Kejagung dapat mengusut kembali semua pihak yang terlibat dalam kasus ini dan dapat ditindak secara tegas, supaya menciptakan pemerintahan Banten yang bebas dari KKN,” ujarnya.

Sementara itu Deputi Direktur Pattiro Banten, Amin Rohani, mengatakan turut prihatin atas dugaan keterlibatan Al Muktabar yang saat itu menjabat sebagai Sekda Provinsi Banten dalam kasus hibah pondok pesantren 2020.

Menurutnya, hal yang perlu dirunut adalah beberapa aturan yang relevan, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU 23/2014) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

“Berdasarkan UU 23/2014, Sekretaris Daerah (Sekda) mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk membantu kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) dalam koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Selain itu, sekda juga menjadi penghubung antara kepala daerah dengan kepala perangkat daerah,” ujarnya.

Permendagri Nomor 33 Tahun 2019 menegaskan peranan Sekda sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). TAPD bertanggung jawab menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang mencakup komponen hibah, seperti halnya hibah Pondok Pesantren.

“Oleh karena itu, dugaan keterlibatan Sekda dalam kasus ini menimbulkan pertanyaan mengenai akuntabilitas dan transparansi dalam proses perencanaan anggaran,” kata Amin. (Tim)

Exit mobile version