Site icon BantenDaily

Audit Konstitusional KCIC: Mengungkap Dilema Kedaulatan Ekonomi dalam Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung

Audit konstitusional KCIC menyoroti dilema kedaulatan ekonomi dan pentingnya rekonstruksi struktural berbasis Pasal 33 UUD 1945.

Pengamat politik ekonomi Indonesia, Dr. Ichsanuddin Noorsy (Foto: Dok. pribadi)

OPINI | BD — Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCIC) merupakan simbol transformasi infrastruktur nasional, namun juga mencerminkan dilema kedaulatan ekonomi.
Beban fiskal, ketergantungan teknologi, dan minimnya multiplier effect ekonomi domestik menimbulkan pertanyaan mendasar, apakah proyek ini memperkuat atau justru memperlemah ekonomi konstitusi sebagaimana diamanatkan Pasal 33 UUD 1945 dan Pembukaan UUD 1945?

Ichsanuddin Noorsy menganalisis, proyek semacam ini dapat dinilai dari sisi ekonomi finansial, dan juga wajib dibaca melalui tiga pendekatan berlapis:

  1. 7-P – Struktur ekonomi nasional (diagnosis internal);

  2. 7-i – Mekanisme penetrasi kapital global (penyakit eksternal);

  3. 7-R – Strategi penyembuhan struktural (terapi kedaulatan).

Dengan pendekatan ini, audit proyek dan operasionalisasi KCIC menerangkan tentang angka-angka untung rugi, dan melahirkan penyelesaian struktural yang konstitusional.

Diagnosis Berdasarkan 7-P (Struktur Internal)

No Pendekatan Temuan Utama Implikasi Struktural
1 Paradigma Pembangunan berbasis utang dan simbol modernitas tanpa uji kedaulatan ekonomi Terjadi pergeseran orientasi dari ekonomi konstitusi ke ekonomi pasar global
2 Produksi Teknologi dan pasokan material dikuasai kontraktor asing (RRC) Tidak terjadi transfer teknologi dan nilai tambah lokal
3 Pembiayaan Utang luar negeri berisiko tinggi dengan jaminan APBN terselubung Beban fiskal jangka panjang dan potensi debt trap
4 Perdagangan Impor komponen dan tenaga kerja asing Neraca perdagangan dan neraca jasa sektor konstruksi defisit
5 Pemerintahan Keputusan diambil tanpa uji partisipasif dan pengawasan DPR dalam acuan mitigasi risiko Lemahnya akuntabilitas kebijakan publik
6 Pendapatan Efek ganda ekonomi daerah terbatas Penerimaan fiskal stagnan sementara biaya operasional tinggi
7 Peradaban Modernitas fisik tanpa diiringi pembangunan nilai-nilai Krisis keadilan sosial dan krisis orientasi pembangunan

Mekanisme Penaklukan Berdasarkan 7-i (Penyakit Eksternal)

  1. Invasi: Transfer teknologi sepihak dan penetrasi modal luar.

  2. Intervensi: Desakan politis untuk percepatan proyek tanpa kesiapan fiskal.

  3. Infiltrasi: Penguasaan rantai produksi dan keputusan proyek oleh konsorsium asing.

  4. Interferensi: Pengaruh langsung terhadap kebijakan publik dan BUMN.

  5. Indoktrinasi: Narasi “modernisasi = kemajuan” menggantikan kesadaran kedaulatan.

  6. Intimidasi: Resistensi akademik dan publik dilemahkan lewat birokrasi dan opini media.

  7. Instability – Inflasi – Impoverishment: Biaya proyek membengkak, beban fiskal meningkat, inflasi biaya publik naik, dan kesejahteraan stagnan dan pemiskinan tak terhindarkan.

Kesimpulan antara:
Proyek KCIC adalah contoh penetrasi kapital global yang terselubung dalam retorika pembangunan nasional.

Strategi Pemulihan Berdasarkan 7-R (Solusi Struktural)

No Arah Kebijakan Implementasi Prioritas Keterangan
1 Reformulasi Menyusun ulang paradigma pembangunan agar berbasis kedaulatan nasional Uji kedaulatan ekonomi wajib bagi setiap proyek strategis. Cegah proyek menjadi pintu masuk penjajahan.
2 Rekonstruksi Mendesain ulang sistem pembiayaan publik agar tidak tergantung pada investasi asing atau pinjaman luar negeri Bentuk SWF. Pemerintah sudah membuat Danantara. Pada era Orba ada Bappindo.
3 Reposisi Meningkatkan peran industri nasional dan komponen lokal Porsi minimal 70% produksi lokal, wajib transfer teknologi. Globalisasi tidak berarti mengorbankan diri.
4 Redistribusi Mendorong pemerataan manfaat ekonomi bagi masyarakat Mengintegrasikan rantai pasok KCIC dengan Koperasi dan UMKM. Memperkuat daya beli menengah bawah.
5 Regulasi Memperkuat tata kelola & akuntabilitas publik Lakukan audit hukum, kebijakan, serta keuangan. Perjanjian kerja sama diratifikasi.
6 Reproduksi Memperluas basis kemandirian ekonomi kerakyatan Pelatihan vokasi dan tenaga kerja lokal. Pasal 27 (2) UUD 1945.
7 Reorientasi Mengembalikan arah pembangunan ke nilai-nilai konstitusi & martabat bangsa Uji konstitusional dan dampak sosial-ekonomi pada proyek. Pembangunan wajib berbasis visi-misi konstitusi.

Peta Jalan Penerapan (12–24 Bulan)

No Tahapan Kegiatan Utama Pelaksana Keterangan
1 Audit Konstitusional (0–6 bulan) Audit pembiayaan, kontrak, dan dampak ekonomi sosial KCIC Lembaga Auditor, BPK, DPR, Akademisi Lembaga yang tidak tersentuh kekuasaan politik atau Parpol.
2 Reformasi Pembiayaan (6–12 bulan) Redesign skema pendanaan berbasis modal nasional Kemenkeu, Bappenas, OJK, BI, BUMN Kemandirian investasi.
3 Industrialisasi Domestik (12–18 bulan) Transfer teknologi, komponen lokal, dan riset perkeretaapian nasional Kemenperin, BRIN, Kemenhub, BUMN
4 Restorasi Sosial-Ekonomi (18–24 bulan) Program peningkatan pendapatan lokal & pelatihan tenaga kerja Pemda, Kemenaker, KemenKUKM

Kesimpulan

Audit KCIC bukan sekadar pemeriksaan angka-angka dan proses administratif, melainkan momentum rekonstruksi kedaulatan ekonomi.

Dengan menerapkan kerangka 7P – 7i – 7R Ichsanuddin Noorsy, audit berkembang menjadi audit konstitusional yang menilai:

Esensi kebijakan:

“Audit yang melahirkan kedaulatan, bukan sekadar laporan angka.”

Rekomendasi Utama

  1. Segera bentuk Komisi Audit Konstitusional Independen yang melibatkan BPK, akademisi, dan masyarakat sipil.

  2. Bekukan sementara jaminan APBN hingga hasil audit dipublikasikan. Uraikan terjadinya informasi asimetri yang mengindikasikan korupsi akibat pembengkakan biaya (cost overrun).

  3. Revisi kontrak KCIC untuk memastikan:

    • APBN tidak menanggung kerugian karena buruknya governance;

    • Tidak terjadi debt trap;

    • Ada transfer teknologi & ketenagakerjaan;

    • Peningkatan komponen lokal;

    • Distribusi pendapatan daerah.

  4. Tetapkan regulasi permanen: setiap proyek strategis wajib memenuhi uji kedaulatan ekonomi konstitusi.

  5. Integrasikan hasil audit KCIC sebagai model koreksi nasional bagi proyek infrastruktur lainnya.

Penjabaran Lanjutan

Pasca 2009, pisau analisis 7P bermuatan hukum dan tata kelola pemerintahan, yakni:
Procedural Legal (Proper), Prudential, Proportional, Professional, Public Interest, Public Benefit, Profit.

Dalam kasus KCIC terdapat keterkaitan mendalam antara 7P (norma legal–etik), 7i (mekanisme dominasi eksternal), dan 7R (terapi struktural) — dalam kasus KCIC sebagai studi konkret.

I. 7P sebagai Prinsip Legal–Ekonomi Konstitusional

Setiap kebijakan ekonomi dan proyek publik harus memenuhi legitimasi hukum (proper), kehati-hatian (prudential), keseimbangan (proportional), kompetensi (professional), serta diarahkan demi kepentingan publik (public interest), manfaat publik (public benefit), dan baru di ujungnya keuntungan (profit).

Hirarki nilai:

Hukum → Etika → Kepentingan publik → Ekonomi
Profit hanyalah akibat logis dari kepatuhan hukum, moral, dan sosial — bukan tujuan utama.

II. 7i sebagai Penyimpangan Sistemik terhadap 7P

7P (Norma Legal-Etika) 7i (Distorsi Struktural) Contoh dalam Kasus KCIC
Procedural Legal (Proper) Intervensi – Interferensi Proyek diputuskan tanpa uji kedaulatan fiskal dan tanpa persetujuan DPR; hukum diabaikan demi “percepatan proyek strategis.”
Prudential Invasi – Instability Pembiayaan berisiko tinggi dari pinjaman luar negeri tanpa analisis risiko makro.
Proportional Infiltrasi – Intimidasi Porsi dominan asing dalam kepemilikan dan keputusan; pihak lokal kehilangan bargaining power.
Professional Indoktrinasi – Interferensi Profesionalisme tergantikan oleh loyalitas politik; BUMN ditekan untuk mengikuti arahan politik.
Public Interest Intervensi – Indoktrinasi Orientasi proyek lebih pada simbol prestise nasional daripada kebutuhan riil rakyat.
Public Benefit Instability – Impoverishment Manfaat ekonomi riil tidak merata; daerah dan masyarakat lokal tidak menikmati efek ganda.
Profit Inflasi – Impoverishment Pendapatan korporasi tidak sebanding dengan beban sosial-ekonomi; malah menimbulkan defisit dan inflasi biaya.

Kesimpulan antara:
7i menggambarkan pembalikan urutan nilai 7P — profit dijadikan tujuan, sementara hukum, kehati-hatian, dan kepentingan publik dikorbankan.

III. 7R sebagai Terapi Struktural untuk Mengembalikan 7P yang Hilang

7P 7i 7R Tujuan Koreksi KCIC
Procedural Legal (Proper) Intervensi, Interferensi Regulasi – Reformulasi Kembalikan seluruh perjanjian & proyek pada asas konstitusional (audit hukum, partisipasi publik, persetujuan DPR).
Prudential Invasi, Instability Reformulasi – Rekonstruksi Desain ulang pembiayaan berbasis kemampuan fiskal & risiko nasional.
Proportional Infiltrasi, Intimidasi Redistribusi – Reposisi Seimbangkan kepentingan asing dan nasional; kendali negara ≥ 60%.
Professional Indoktrinasi, Interferensi Reproduksi – Reorientasi Profesionalisasi manajemen proyek; hilangkan tekanan politik.
Public Interest Intervensi, Indoktrinasi Reformulasi – Reorientasi Pembangunan diarahkan untuk kebutuhan publik, bukan simbol politik.
Public Benefit Instability, Impoverishment Redistribusi – Rekonstruksi Pastikan manfaat langsung bagi masyarakat dan daerah terdampak.
Profit Inflasi, Impoverishment Reorientasi – Reposisi Profit sebagai hasil akhir kinerja sosial-ekonomi, bukan tujuan tunggal.

IV. Kaitan Struktural Antar-Kerangka

Hubungan dialektik 7P–7i–7R:

  1. 7P → norma dasar (ideal-legal) → standar kedaulatan dan keadilan ekonomi.

  2. 7i → mekanisme destruktif → muncul ketika 7P diabaikan demi kapital eksternal.

  3. 7R → mekanisme korektif → mengembalikan 7P melalui kebijakan konstitusional.

Rumus konseptual:

7P = Konstitusi moral & hukum
7i = Distorsi kapital global
7R = Restorasi kedaulatan nasional

V. Penerapan pada Kasus KCIC (Skenario Kebijakan)

Tahap Masalah (7i) Koreksi (7R) Tujuan Hukum (7P)
Audit & Revisi Kontrak Intervensi & Infiltrasi Regulasi & Reformulasi Kembali ke procedural proper & prudential
Restrukturisasi Pembiayaan Invasi modal luar & instability fiskal Rekonstruksi & Reorientasi Keseimbangan proporsional antara sumber domestik dan asing
Transfer Teknologi & Komponen Lokal Infiltrasi industri luar negeri Reposisi & Redistribusi Profesionalisme & public benefit
Evaluasi Dampak Sosial-Ekonomi Indoktrinasi & impoverishment Redistribusi & Reorientasi Public interest dan public welfare

VI. Kesimpulan Analitis

  1. 7P = Legitimasi moral dan hukum ekonomi konstitusi

  2. 7i = Proses kolonisasi struktural melalui ekonomi global

  3. 7R = Langkah restoratif menuju kedaulatan dan keseimbangan nasional

Dalam kasus KCIC, 7i telah menggantikan 7P: hukum dikalahkan oleh politik, kehati-hatian digantikan euforia, dan profit dijadikan tujuan utama.
Karena itu, penyelesaian KCIC tidak cukup dengan audit administratif, tetapi harus berupa rekonstruksi struktural fundamental-fungsional agar nilai-nilai 7P ditegakkan kembali melalui 7R.

VII. Proposisi

7P adalah nilai dasar hukum dan moral ekonomi konstitusi.
7i adalah bentuk destruksi dan dominasi eksternal atas nilai investasi dan proyek.
7R adalah proses penyembuhan untuk mengembalikan kedaulatan, keadilan, dan kemaslahatan bangsa.

Jika audit KCIC ingin bermakna penuh, ia harus diarahkan bukan sekadar pada efisiensi keuangan, tetapi pada rehabilitasi prinsip 7P — sebuah audit yang tidak berhenti di angka, melainkan memulihkan marwah hukum, keadilan sosial, dan kemandirian ekonomi Indonesia.

Semangatnya adalah, pembangunan sejati bukanlah percepatan fisik, tetapi pemulihan kedaulatan dan martabat bangsa.
Proyek KCIC seharusnya menjadi pelajaran bahwa kemandirian ekonomi tidak dapat dibangun melalui ketergantungan.

Penulis: Dr. Ichsanuddin Noorsy, Pengamat politik ekonomi Indonesia. (*)

Exit mobile version