JAKARTA | BD — Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTKIN) seluruh Indonesia menggelar diskusi publik di Kawasan Jakarta Selatan, Rabu, 6 Maret 2024.
Diskusi bertajuk ‘Memperkokoh Moderasi Pasca Pemilu Demi Terwujudnya Harmoni Kebangsaan’ tersebut dihadiri mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan masyarakat umum.
Acara yang motori Koordinator Pusat DEMA PTKIN Se-Indonesia M Syahrus Sobirin ini berlangsung dinamis dan interaktif. Sobirin mengungkapkan diskusi yang digelar untuk menjaga kondusifitas negara, memberikan edukasi politik kepada mahasiswa dan masyarakat.
“Karena masyarakat yang sekarang didominasi kaum generasi Z dan milenial harus lebih peka kepada situasi politik hari ini. Dinamika setiap pemilu selalu terjadi tuduhan kecurangan oleh pihak yang kalah. Dinamika politik seperti ini memicu perpecahan di masyarakat yang kemudian membuat stabilitas keamanan terganggu di daerah-daerah,” ujarnya dikutip Kamis, 7 Maret 2024.
Menurut dia, mengutip salah satu kaidah Usul Fiqh yang artinya jika ada dua mudharat yang berkumpul maka yang lebih besar harus digugurkan, untuk melakukan yang lebih kecil.
Sobirin mengaitkan hal itu dengan hak angket yang ramai baru-baru ini yang menurutnya berbau politis mengingat gimmick serta motif yang dimunculkan tidak merepresentasi objektifitas pemilih.
“Karena ada mekanisme pemilu yang bisa kita tempuh selain dari hak angket. Hak angket ini resisten dengan kepentingan elektoral elit politik saja,” katanya.
Sobirin pun mengajak kepada seluruh elemen mahasiswa untuk bersama-sama kembali fokus pada meningkatkan kesejahteraan.
“Pemerintah harus membuka menerima masukan dari akademisi, organisasi, masyarakat termasuk peran dari generasi muda untuk membangun daerah dan harapan masyarakat untuk sejahtera dapat terlaksana dengan baik,” jelas Sobirin.
Sementara, Marwansyah selaku akademisi yang menjadi narasumber pertama pada diskusi tersebut menyampaikan, moderasi merupakan langkah konkrit dalam menjawab hiruk pikuk permasalahan di Indonesia. Dimana moderasi berada di pertengahan berkontribusi dalam meng-counter efek pemilu dampak dari berbeda pilihan.
“Kita sudah melewati secara bersama tanggal 14 Feberuari 2024 kemarin, dimana pesta demokrasi Indonesia tanpa terkecuali ini ada peran masyarakat atau rakyat. Pemilu adalah representasi dari musyawarah dalam menentukan pemimpin di bangsa ini,” katanya.
“Masyarakat harus kita ingatkan mengenai moderasi, intrik dari pasca pemilu selalu ada tragedi. Sebagai kaum akademis agar tidak tersulut emosi dengan ha-hal negatif dan harus mementingkan kemanusian,” tambahnya.
Narasumber kedua, Harry Ahmad Gunawan, aktivis yang aktif mengikuti perjalanan pasang surutnya dinamika politik di Indonesia mengatakan, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat 3 menyebutkan Indonesia sebagai negara hukum.
“Pertama ketika memahami dasar demokrasi semestinya selesai ketika konsepnya disesuaikan dengan Pancasila. Kedua politik itu akan bercabang menjadi politik elektoral, birokrasi pemerintah,” kata Harry.
Menurut, Harry mahasiswa menjadi elemen penting dalam menyuarakan pesan-pesan moderasi kepada publik.
“Mahasiswa yang tergolong generasi milenial, pada diskusi ini harus lebih aktif untuk menyuarakan agar moderasi itu dimaknai secara dalam,” tuturnya. (Iman)
Tidak ada komentar