BANTEN | BD — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) diminta menjelaskan kepada publik terkait latar belakang penerbitan surat rekomendasi pengangkatan Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten Muhammad Tranggono oleh Pj Gubernur Provinsi Banten, Al Muktabar pada 23 Mei 2022 lalu.
Sebab, hingga saat ini Kemendagri, belum juga mengeluarkan regulasi teknis yang mengatur tentang mekanisme pemilihan, pengangkatan, kewenangan, monitoring penjabat gubernur.
Menurut Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten, Ir. H Miptahudin MT, penjelasan ke publik terkait dengan penerbitan surat rekomendasi ini sangat penting, guna menghindari terjadinya perbuatan pelanggaran administrasi pemerintahan yang berpengaruh pada pelayanan publik di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten.
“Sekda definitif adalah Al Muktabar, lalu diberikan tugas tambahan oleh Kemendagri sebagai Pj Gubernur. Kemudian Sekda definitif ini mengangkat Pj Sekda. Dan jika itu dianggap sah, lantas apa dasarnya Al Muktabar menjabat sebagai Pj Gubernur, pasalnya hingga kini tidak ada SK pemberhentian Al Muktabar dari jabatan Sekda Banten. Bukankah seorang Pj Gubernur itu harus pejabat eselon 1 atau JPT Madya yang melekat dari mulai dilantik hingga berakhir masa jabatan Pj Gubernurnya?,” cetusnya, Jumat 3 Juni 2022.
Tentu saja, lanjut Miptah, hal ini dapat menimbulkan kekacauan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Banten. Sebab itu, dirinya mendesak Kemendagri untuk segera memberikan penjelasan kepada publik terkait penerbitan surat rekomendasi kepada Pj Gubernur dalam pengangkatan Pj Sekda.
Miptah menegaskan, jika memang pengangkatan Pj Sekda tersebut terdapat kekeliruan, maka lebih baik direvisi daripada memberikan pendidikan politik yang salah kepada publik. “Hemat saya, sebaiknya SK pengangkatan Pj Sekda di revisi menjadi Plh, daripada memberikan pendidikan politik yang salah kepada publik.”
Dia berharap, Komisi I DPRD Banten memanggil Pj Gubernur, guna mengklarifikasi apa dasarnya Pj Gubernur mengangkat Pj Sekda. ”Saya berharap Komisi I memanggil Pj Gubernur untuk bertanya, apa alasan Pj Gubernur mengangkat Pj Sekda, dan apakah jabatan Sekda masih melekat di Pj Gubernur?” pungkasnya.
Evaluasi Pj Gubernur
Tidak hanya terjadi di Provinsi Banten, penunjukan Penjabat (Pj) pengganti Gubernur, Bupati/Walikota oleh Kemendagri juga menuai polemik di sejumlah daerah, seperti penunjukan Kepala Badan Intelijen Negara Daerah Sulawesi Tengah (Kabinda Sulteng) Brigjen TNI Andi Chandra As’aduddin, sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat Provinsi Maluku.
Guna mengakhiri polemik ini, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengaku akan mengevaluasi penunjukan Pj kepala daerah. Adapun evaluasi ini akan dilakukan bersama sejumlah Kementerian/Lembaga dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
“Ya, itu lagi dibicarakan nanti di Kantor Menko Polhukam,” kata Tito saat ditemui wartawan di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (2/6).
Seperti diketahui sebelumnya, Pemerintah telah memulai penunjukan Pj kepala daerah untuk mengisi kekosongan kepala daerah jelang Pilkada Serentak 2024. Kebijakan telah dimulai sejak pelantikan lima penjabat gubernur dan 43 penjabat bupati/wali kota awal Mei 2022.
Dalam UU Pilkada dan UU ASN, kepala daerah pada tingkat Gubernur yang habis masa jabatannya digantikan oleh penjabat kepala daerah yang ditunjuk pemerintah pusat. Jika kepala daerah level Bupati/Wali Kota habis masa jabatannya, digantikan penjabat yang diusulkan oleh Gubernur atas persetujuan pemerintah pusat.
Kebijakan itu menuai kritik dari para pemerhati demokrasi. Penunjukan Pj kepala daerah dinilai tidak sesuai dengan semangat demokrasi yang dicerminkan dengan pemilu langsung. (Red)
Tidak ada komentar