EKBIS | BD — Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengalami kenaikan di awal pekan ini, melanjutkan tren penguatan yang dimulai sejak hari Jumat lalu. Kenaikan ini dipicu oleh meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, terutama terkait dengan konflik yang semakin intens antara Iran dan Israel. Pada pagi hari Senin, 16 Juni, harga WTI tercatat naik sebesar $1,10 atau sekitar 1,5%, mencapai $74,08 per barel. Kenaikan ini menambah lonjakan lebih dari 7% yang terjadi dalam sesi perdagangan sebelumnya.
Andy Nugraha, analis dari Dupoin Futures Indonesia, menjelaskan bahwa secara teknikal, pergerakan harga minyak WTI menunjukkan sinyal tren naik (bullish) yang kuat. Indikator teknikal seperti formasi candlestick dan pergerakan rata-rata (moving average) mendukung pandangan bahwa harga masih memiliki peluang untuk terus menguat. Hal ini semakin diperkuat dengan meningkatnya transaksi opsi beli (call options) untuk minyak di harga $80, yang saat ini berada pada level tertinggi sejak Januari 2025. Aktivitas yang meningkat pada opsi beli ini mencerminkan keyakinan pasar bahwa harga minyak berpotensi terus naik.
Menurut Andy, meningkatnya permintaan untuk call options menunjukkan bahwa pelaku pasar mengantisipasi kemungkinan gangguan suplai dari Timur Tengah, sehingga mereka mengambil posisi beli untuk mempersiapkan lonjakan harga lebih lanjut. Ia menambahkan bahwa jika tekanan beli tetap kuat, harga WTI kemungkinan akan menguji titik resistance berikutnya di sekitar level $77 per barel dalam waktu dekat.
Faktor utama yang mendorong lonjakan harga minyak ini adalah ketegangan geopolitik yang semakin memburuk di Timur Tengah. Serangan balasan antara Israel dan Iran telah menyebabkan korban jiwa dan meningkatkan kekhawatiran akan eskalasi konflik yang lebih luas. Situasi ini berpotensi mengganggu distribusi minyak global, terutama melalui Selat Hormuz, jalur maritim penting yang dilalui sekitar 20% dari pasokan minyak dunia.
Iran merupakan salah satu produsen utama dalam Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), dengan kapasitas produksi sekitar 3,3 juta barel per hari dan ekspor di atas 2 juta barel per hari. Jika terjadi serangan terhadap infrastruktur energi Iran atau gangguan aktivitas di Selat Hormuz, dampaknya akan signifikan terhadap pasokan global. Meskipun OPEC dan sekutunya secara teori memiliki cadangan untuk menutupi kekurangan tersebut, ketidakpastian tetap membuat pasar cemas, yang mendorong reaksi harga yang cukup agresif.
Namun, Andy mengingatkan pelaku pasar bahwa euforia kenaikan harga juga berisiko menimbulkan koreksi jika sentimen pasar berubah atau tekanan jual meningkat. Jika tren naik tidak dapat dipertahankan, harga WTI berpotensi turun dan menguji area support di kisaran $71 per barel. Oleh karena itu, para trader dan investor disarankan untuk memantau pergerakan harga pada level-level teknikal yang penting tersebut.
Situasi pasar energi saat ini sangat dipengaruhi oleh dinamika politik global. Salah satu pernyataan kontroversial datang dari mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menyatakan bahwa ‘pertarungan’ perlu terjadi sebelum kesepakatan gencatan senjata dapat dicapai. Komentar semacam ini hanya menambah ketegangan dan memperkuat potensi fluktuasi harga minyak di masa depan.
Secara keseluruhan, Andy Nugraha menyimpulkan bahwa tren harga minyak WTI dalam jangka pendek masih cenderung positif. Jika konflik di Timur Tengah terus berlanjut tanpa adanya penyelesaian diplomatik, maka harga minyak sangat mungkin untuk menembus level-level psikologis berikutnya. (*)