KESEHATAN | BD — Pernah dengar pepatah “kita adalah apa yang kita makan”? Nyatanya, pepatah itu bukan sekadar kata-kata manis. Berdasarkan Tinjauan Strategis Ketahanan Pangan dan Gizi di Indonesia (Arif et al., 2020), pola konsumsi masyarakat Indonesia masih didominasi oleh sumber karbohidrat seperti nasi, sementara asupan buah dan sayur masih jauh di bawah anjuran gizi seimbang.
Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap nilai gizi makanan membuat banyak orang belum memahami apakah asupan hariannya telah memenuhi kebutuhan zat penting seperti protein, vitamin, dan mineral. Akibatnya, risiko gizi kurang, gizi lebih, hingga penurunan produktivitas dan kualitas hidup dalam jangka panjang semakin besar.
Apa Itu Evaluasi Nilai Gizi?
Evaluasi nilai gizi adalah proses menilai kandungan zat gizi dalam makanan—mulai dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, hingga mineral—dengan tujuan memastikan asupan kita seimbang dengan kebutuhan tubuh.
Menurut Oktavianty et al. (2019), pemahaman gizi yang baik dapat menurunkan risiko ketidakseimbangan gizi hingga 23%. Artinya, mengevaluasi nilai gizi bukan hanya tugas ahli gizi, tetapi keterampilan dasar yang seharusnya dimiliki setiap orang yang peduli pada kesehatannya.
Mengapa Evaluasi Nilai Gizi Penting?
Evaluasi nilai gizi membantu memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi tidak hanya mengenyangkan, tetapi juga menyehatkan. Kekurangan atau kelebihan zat seperti gula, lemak, dan natrium dapat memicu berbagai penyakit—mulai dari obesitas, kelelahan kronis, diabetes, hingga penyakit jantung.
Dengan memahami apa yang kita makan, tubuh akan bekerja lebih efisien. Pola makan bergizi seimbang juga mampu:
- Meningkatkan metabolisme,
- Menjaga berat badan ideal,
- Dan mendukung fungsi organ tubuh agar tetap optimal.
Cara Sederhana Mengevaluasi Nilai Gizi di Rumah
Kabar baiknya, kamu tidak memerlukan alat laboratorium untuk memulai. Cukup lakukan beberapa langkah mudah berikut:
- Baca label gizi kemasan.
Perhatikan kandungan gula, lemak, dan garam pada setiap produk makanan yang kamu beli. - Gunakan aplikasi gizi.
Aplikasi seperti Isi Piringku (Kemenkes) atau FatSecret Indonesia bisa membantu memperkirakan kebutuhan kalori dan zat gizi harian. - Masak sendiri sesekali.
Dengan memasak di rumah, kamu bisa mengontrol bahan, takaran, dan mengurangi penggunaan minyak serta garam berlebih. - Gunakan konsep piring seimbang.
Isi ½ piring dengan sayur dan buah, ¼ piring dengan karbohidrat kompleks, dan ¼ piring lagi dengan sumber protein berkualitas.
Manfaat Langsung dalam Kehidupan Sehari-hari
Evaluasi nilai gizi bukan teori kosong — hasilnya bisa langsung kamu rasakan. Dengan memahami kandungan makanan, kamu dapat:
- Memilih sarapan yang membuat kenyang lebih lama,
- Mengatur camilan agar tidak berlebihan gula,
- Dan mencegah kelelahan akibat pola makan tidak seimbang.
Penelitian juga menunjukkan, masyarakat yang rutin memperhatikan gizi memiliki tingkat produktivitas lebih tinggi dan lebih jarang mengalami gangguan kesehatan. Artinya, perhatian kecil terhadap gizi bisa membawa dampak besar bagi kualitas hidup.
Penutup
Menjaga kesehatan tidak selalu berarti diet ketat atau mengonsumsi makanan mahal. Cukup dengan memahami nilai gizi, kita sudah melangkah lebih bijak dalam menjaga tubuh.
Evaluasi nilai gizi adalah langkah sederhana untuk menjadi lebih “melek pangan” — memahami apa yang benar-benar masuk ke dalam tubuh kita. Karena pada akhirnya, kesehatan bukan hasil kebetulan, melainkan pilihan sadar yang kita buat setiap kali menyuap makanan.
Referensi
- Arif, S., Isdijoso, W., Fatah, A. R., & Tamyis, A. R. (2020). Tinjauan Strategis Ketahanan Pangan dan Gizi di Indonesia: Informasi Terkini 2019–2020. Jakarta: The SMERU Research Institute.
- Oktavianty, P. A., Affrian, R., Kusbandrijo, B., & Rochim, A. I. (2023). Evaluasi Program Perbaikan Gizi Masyarakat Kategori Balita Berstatus Stunting di Kecamatan Sungai Pandan Kabupaten Hulu Sungai Utara (Studi Program Gerakan Atasi Stunting dengan ASI “GUSI”). Jurnal Niara, 15(3), 388–399.
Penulis: Felda Adzra Musyarofah
Mahasiswa Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. (*)