Site icon BantenDaily

Pengangguran di Banten Tinggi, EW-LMND Desak Pemberdayaan Pemuda

EW-LMND Banten menyoroti tingginya angka pengangguran di Provinsi Banten, yang menjadi yang tertinggi kedua di Indonesia

Rendy Saputra Wakil Ketua Bid Advokasi & Propaganda EW-LMND Banten. (Foto: Ist)

BANTEN | BD — Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EW-LMND) Banten mengungkapkan keprihatinan terhadap tingginya angka pengangguran di Provinsi Banten. Menurut mereka, banyak peraturan daerah yang telah dibuat tidak berjalan maksimal, sehingga tidak memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Rendy Saputra, Wakil Ketua Bidang Advokasi & Propaganda EW-LMND Banten, menegaskan bahwa pemerintah provinsi harus bertanggung jawab atas tingginya angka pengangguran. Banten kini menjadi provinsi dengan tingkat pengangguran tertinggi kedua di Indonesia, setelah Jawa Barat, berdasarkan data Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) per Agustus 2024.

“Kami menilai tingginya angka pengangguran di Provinsi Banten menunjukkan ketidakseriusan Pemprov dalam menjalankan tugasnya,” ujar Rendy pada Rabu, 15 Januari 2025.

Fenomena pengangguran di Banten, lanjutnya, disebabkan oleh tingginya angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan peluang dan lapangan kerja yang memadai. Rendy menyoroti bahwa pengangguran di Banten didominasi oleh pemuda berusia 16-30 tahun, sehingga pemberdayaan pemuda menjadi langkah strategis yang perlu diambil oleh pemerintah daerah.

Pemberdayaan pemuda dapat dilakukan melalui pendidikan, pendampingan, dan pengawasan dalam kewirausahaan, sehingga mereka dapat berkontribusi dalam kegiatan produksi. “Setelah menganalisis data pengangguran, kami menemukan bahwa mayoritas pengangguran adalah pemuda. Oleh karena itu, pemberdayaan pemuda melalui pelatihan dan pendampingan kewirausahaan adalah solusi yang tepat,” tambah Rendy.

Selain itu, untuk mendukung kegiatan produksi, penting untuk menyediakan modal. Pembentukan lembaga permodalan untuk kewirausahaan pemuda bisa menjadi langkah yang efektif. Rendy juga mengingatkan bahwa upaya penanggulangan pengangguran telah dilakukan melalui Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2014 tentang Pembangunan Kepemudaan. Namun, peraturan tersebut hanya menjadi regulasi tertulis yang tidak dirasakan langsung oleh masyarakat, khususnya pemuda di Banten.

“Sepuluh tahun lalu, pemerintah membuat regulasi untuk menekan angka pengangguran, tetapi peraturan tersebut tidak berjalan dan belum ada realisasinya,” tambah Rendy.

EW-LMND Banten menekankan bahwa kritik mereka terhadap banyaknya perda yang tidak berjalan dan dampaknya terhadap tingkat pengangguran di Banten didasarkan pada kajian mendalam yang telah dilakukan dalam beberapa bulan terakhir. Dari hasil kajian tersebut, mereka juga memiliki beberapa rekomendasi kebijakan terkait pengentasan pengangguran di Provinsi Banten yang dituangkan dalam sebuah Policy Brief.

“Kami mendesak DPRD Banten untuk melakukan evaluasi terhadap perda tersebut dan melakukan pengawasan agar dapat berjalan sesuai dengan amanat undang-undang,” tutup Rendy. (Iman)

Exit mobile version