Site icon BantenDaily

Perunggu: Tiga Pekerja Kantor yang Menyulap Musik Jadi Pelarian Manis dari Rutinitas Harian

Perunggu, band rock alternatif berisi tiga pekerja kantoran, menjadikan musik sebagai pelarian manis dari rutinitas harian.

Perunggu (Foto: Ajunazza/Pinterest)

MUSIK | BD — Siapa sangka, di balik padatnya lalu lintas sore Jakarta, ada tiga pekerja kantoran yang memilih melepas penat bukan di kafe atau mal, melainkan dengan gitar, drum, dan bass di tangan. Mereka adalah Perunggu, band rock alternatif yang awalnya hanya proyek iseng akhir pekan, kini menjelma menjadi suara bagi banyak orang yang lelah dengan rutinitas.

Dengan energi rock yang segar dan lirik yang terasa seperti curhatan sahabat lama, Perunggu membuktikan bahwa musik yang bermakna tidak harus lahir dari studio mahal—cukup dari garasi rumah setelah jam kerja usai. Di tahun 2025, mereka semakin mencuri perhatian lewat album terbaru yang terasa personal, reflektif, dan hangat.

Awal yang Sederhana: Dari Obrolan Kantor ke Lagu Pertama

Bayangkan tahun 2019:
Maul Ibrahim tengah menulis laporan, Adam Adenan sibuk mempersiapkan materi rapat, dan Ildo Hasman bersantai di pantry sambil menyeruput kopi. Saat malam tiba, ketiganya berkumpul hanya untuk bermain musik—sebagai pelarian dari stres pekerjaan.

“Kita mulai dari senang-senang aja, nggak ada rencana besar,” ujar Maul, sang gitaris sekaligus vokalis utama, Minggu (2/11/2025).

Nama “Perunggu” dipilih karena sederhana—seperti logam yang kuat, tapi tak berlebihan. Hingga kini, ketiganya masih bekerja kantoran. Prioritas tetap: keluarga, karier, lalu band di urutan ketiga.

“Main musik pas weekend tuh kayak isi ulang energi, biar Senin pagi nggak terlalu berat,” kata Ildo, sang drummer yang energinya seolah tak habis-habis.

Pandemi justru membuat mereka semakin produktif. Adam yang menetap di Inggris mengirimkan demo lewat email; dari jarak ribuan kilometer lahirlah 18 lagu selama masa WFH.
Single perdana “Menyala” (2019) memperkenalkan warna rock ringan namun reflektif, disusul “Jenuh Kan Kutelan” (2020) — anthem bagi siapa pun yang bosan menatap layar laptop seharian.

Lirik yang Membuat Hati Bergetar: Rock untuk Orang Dewasa Biasa

Perunggu tak hanya menonjol lewat riff gitar Maul yang renyah atau dentuman bass Adam yang halus, tetapi juga lewat lirik-liriknya yang jujur dan menenangkan.
Album debut Memorandum (Maret 2022) berisi 11 lagu yang terasa seperti jurnal kehidupan orang dewasa—penuh kelelahan, refleksi, tapi juga syukur.

Salah satunya, “33x”, bukan sekadar lagu tentang penat hidup, tapi juga renungan spiritual. Liriknya menyinggung pencarian arah di tengah rutinitas modern yang menyesakkan—seruan halus untuk kembali mengingat Tuhan, mirip zikir 33 kali selepas salat.

“Kelak kau mengingat, kau akan teringat.”

Satu baris sederhana yang membuat banyak pendengar terdiam. Di media sosial, banyak yang menulis:

“Ini lagu gue banget. Pas lagi capek kerja, bikin gue berhenti sebentar dan mikir ulang soal hidup.”

Selain “33x”, ada “Tarung Bebas” yang menggambarkan perjuangan kecil sehari-hari, dan “Canggih!” yang menyindir ironi teknologi modern—katanya memudahkan, tapi justru menambah rumit.

Album kedua, Dalam Dinamika (Agustus 2025), menampilkan sisi yang lebih matang. Dengan sembilan lagu baru, mereka menulis tentang syukur, perjuangan, dan hubungan antarmanusia.
Lagu “Tapi” menjadi surat cinta untuk orang tua, “Berhasil” merayakan pencapaian kecil, dan “Doa Ibu” menyentuh hati para perantau.

“Album ini soal maju meski ragu, dari pengalaman kita bertiga,” ungkap Adam.

Bahasa yang digunakan tetap sederhana, seperti percakapan di warung kopi—jujur, hangat, dan penuh makna. Tak heran, banyak penggemar menulis:

“Dulu cuma penasaran, sekarang ketagihan. Lagu-lagu Perunggu tuh kayak temen yang ngerti.”

Panggung yang Menyuntik Semangat: Tur dan Festival Tanpa Pretensi

Bagi Perunggu, musik bukan sekadar rekaman, tapi juga ruang berbagi energi. Dalam tur “Besok Hari Senin” (2024), mereka tampil di berbagai kota—Semarang, Tangerang, Bogor, Solo, dan Malang—sengaja melewatkan Jakarta agar penonton di daerah ikut merasakan euforianya.

Di atas panggung, Maul melompat sambil bercanda, Ildo menghajar drum seolah menumpahkan beban hidup, dan Adam menambahkan lapisan suara lembut dari keyboard.
Penampilan mereka di Festival KLBB 2025 bahkan jadi salah satu momen paling berkesan: rock yang membaur dengan suasana Ramadan tanpa kehilangan semangat.

Mereka dijuluki “Band Rock Pulang Kantor” — bukan karena gaya, tapi karena kejujuran.

“Inspirasi nggak ada yang pasti. Yang jelas, kita main musik karena senang,” ujar Maul.

Mengapa Perunggu Jadi Favorit? Karena Mereka Mirip Kita Semua

Di tengah banyaknya band indie yang berlomba tampil nyentrik, Perunggu menonjol karena kesederhanaannya. Musik mereka jadi pelipur bagi orang-orang yang lelah, tapi tak mau menyerah.
Album terbaru dan rencana tur 2025 menandai fase paling produktif mereka sejauh ini.

Jadi, saat deadline menumpuk atau rindu rumah datang tiba-tiba, putar saja “Pastikan Riuh Akhiri Malammu” atau “Biang Lara.”
Siapa tahu, pagi esok terasa sedikit lebih ringan.

Lagu Perunggu mana yang paling bikin kamu recharge? Ceritakan di kolom komentar!

Penulis: Sri Wulandari
Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Tangerang. (*)

Exit mobile version