JAKARTA | BD — Praktisi Media Aat Surya Safaat mengapresiasi pembelaan Lembaga Kemanusiaan Aqsa Working Group (AWG) terhadap kaum perempuan Palestina melalui penyelenggaraan Konferensi Internasional untuk Membela Tahanan Perempuan Palestina yang menghasilkan “Deklarasi Tjoet Meutia”.
“Saya mengapresiasi kepedulian AWG terhadap nasib para tahanan perempuan Palestina di penjara-penjara Zionis Israel. Saya juga ‘angkat topi’ terhadap AWG yang berhasil menghadirkan testimoni beberapa mantan tahanan perempuan dan anak-anak Palestina secara virtual dalam konferensi tersebut,” katanya di Jakarta, Kamis malam 17 Maret 2022.
Ketua Bidang Luar Negeri Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) itu mengemukakan keterangan tersebut dalam perbincangan dengan wartawan usai penutupan Konferensi Internasional untuk Membela Tahanan Perempuan Palestina yang menghasilkan Deklarasi Tjoet Meutia dengan tema “Bergerak berjama’ah membela perempuan dan anak-anak Palestina”.
Konferensi itu menghadirkan pembicara dari dalam dan luar negeri. Pembicara dari Indonesia yaitu Pembina AWG Imaam Yakhsyallah Mansur, Aktivis Muslimah Peggy Melati Sukma, Direktur Penerangan Agama Islam Kemenag Dr. Syamsul Bahri, dan Wakil Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia Dr. Abdul Muta’ali.
Adapun pembicara atau narasumber dari luar negeri adalah Duta Besar Palestina untuk Indonesia Dr. Zuhair Al-Shun serta pembicara dari Malaysia, Filipina, Nigeria, Turki, dan Palestina.
Aat lebih lanjut menjelaskan, dengan menyelenggarakan Konferensi Internasional untuk Membela Tahanan Perempuan Palestina, AWG sejatinya membantu Pemerintah Indonesia dalam membela rakyat Palestina serta dalam perjuangan bagi kemerdekaan Palestina melalui “Second track diplomacy”.
Menurut Kepala Biro Kantor Berita ANTARA New York periode 1993-1998 yang juga pernah menjadi Direktur Pemberitaan ANTARA pada 2016 itu, Second track diplomacy yang bersifat informal sejatinya dapat melengkapi dan memperkuat “First track diplomacy” yang dijalankan Pemerintah secara formal.
“Oleh karena itu, dilihat dari diplomasi publiknya yang luar biasa dalam membela dan mengupayakan pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina serta membela tahanan perempuan dan anak-anak Palestina yang ada di penjara-penjara Zionis Israel, saya melihat AWG telah secara nyata menjalankan fungsi ‘Second track diplomacy’,” kata Aat.
AWG setiap tahun juga menggelar “Pekan Solidaritas Palestina” pada bulan November yang diwarnai berbagai kegiatan, termasuk pengumpulan donasi bagi pengungsi Palestina serta pengibaran bendera Palestina dan Indonesia di beberapa puncak gunung di Indonesia yang kemudian menjadi perhatian berbagai media massa internasional.
Lembaga kemanusiaan yang didirikan pada Agustus 2008 itu selalu sigap dalam menanggapi isu-isu kemanusiaan yang menimpa rakyat Palestina yang sampai sekarang masih dalam cengkeraman penjajahan Zionis Israel.
AWG yang memiliki 13 biro di seluruh Indonesia itu kini dipimpin oleh Ketua Presidium Muhammad Anshorullah dan Sekjen Subhan Amier Chaf dengan Pembina Imaam Yakhsyallah Mansur yang juga Pembina Jaringan Pondok Pesantren Al-Fatah Indonesia.
Aat menambahkan, dirinya menyatakan prihatin setelah melihat testimoni yang disampaikan secara virtual oleh beberapa mantan tahanan perempuan dan anak-anak Palestina.
“Kami semua yang menyaksikan testimoni mereka merasa sangat terenyuh, bahkan sampai ada yang menitikkan air mata karena para tahanan Palestina itu mengalami kekerasan yang tak berperikemanusiaan, baik secara fisik maupun verbal. Mereka diinterogasi selama berjam-jam dengan tangan diborgol dan ditempatkan di ruang yang pengap dan berbau,” katanya.
Lebih dari itu, lanjutnya, diinformasikan juga adanya perempuan Palestina yang sampai melahirkan di penjara tanpa pertolongan medis yang layak, dan tidak sedikit pula di antara tahanan perempuan dan anak-anak Palestina yang tertular Covid-19 karena tinggal secara berdesakan di ruang penjara yang pengap dan kotor.
Pada bagian lain, wartawan senior itu juga mengapresiasi Konferensi Internasional untuk Membela Tahanan Perempuan Palestina yang berhasil mengeluarkan “Deklarasi Tjoet Meutia” 14 Sya’ban 1443H/17 Maret 2022.
Deklarasi tersebut pada intinya merupakan bentuk kepedulian terhadap nasib para tahanan perempuan dan anak-anak Palestina serta menekankan perlunya perhatian dunia iternasional terhadap masalah kemanusiaan yang terjadi di bumi Palestina itu.
Adapun isi Deklarasi Tjoet Meutia adalah, pertama, menyerukan persatuan dan kesatuan pergerakan seluruh faksi di Palestina sebagai sumber kekuatan perlawanan terhadap aksi-aksi brutal Zionis Israel kepada perempuan dan anak-anak Palestina.
Kedua, menginisiasi pembentukan aliansi organisasi non pemerintah dalam skala nasional, regional, dan internasional untuk pembelaan terhadap perempuan dan anak-anak Palestina.
Ketiga, menyerukan negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan Parlemen Dunia untuk menolak normalisasi hubungan dengan Zionis Israel.
Keempat, menghimbau generasi milenial untuk meningkatkan kepedulian terhadap permasalahan Palestina serta mengoptimalkan potensi dan kemajuan teknologi informasi untuk menentang segala jenis propaganda Zionis Israel sebagai bentuk dukungan perjuangan bagi pembebasan Al Aqsa dan Palestina.
Kelima, mengajak seluruh perempuan untuk memberikan dukungan secara konsisten terhadap rakyat Palestina, terutama kepada kaum perempuan Palestina.
Keenam, mengutuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh Zionis Israel terhadap para tahanan perempuan dan anak-anak Palestina serta para Murabithah (Perempuan Penjaga Al-Aqsha).
Ketujuh, mengajak seluruh perempuan Muslim untuk menanamkan pendidikan Al Qur’an dan Al Hadits serta sejarah Palestina kepada anak-anak sejak dini sebagai dasar kecintaan terhadap Masjid Al Aqsa dan Palestina.
Kedelapan, menyerukan kepada para advokat internasional untuk ikut serta membela tahanan perempuan dan anak-anak Palestina dengan memperjuangkan hak-hak mereka yang dilanggar oleh Zionis Israel selama mereka berada di dalam penjara. (Red/Sin)
Tidak ada komentar