LEBAK | BD – Masyarakat Baduy dengan diwakili sejumlah tokoh adat mengadakan kunjungan silaturahmi dengan Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya dan juga pejabat daerah lainnya pada hari Jumat, 28 April 2023. Kunjungan silaturahmi tersebut diadakan di Lebak, Banten, dalam rangka perayaan “Seba” yang merupakan tradisi masyarakat badui yang dilaksanakan setiap tahun.
Dalam tradisi Seba yang dilaksanakan tersebut, para wakil masyarakat Baduy bersama jajaran pemerintah setempat mendoakan agar bangsa Indonesia senantiasa berada dalam keadaan rukun dan damai.
Tradisi Seba dilakukan untuk memperkuat persatuan dan persaudaraan, dan telah dilakukan selama ratusan tahun oleh masyarakat Baduy.
Dalam tradisi ritual tersebut, perwakilan masyarakat Baduy membawa hasil pertanian yang kemudian dipersembahkan kepada Bupati Lebak dan Gubernur Banten sebagai ungkapan rasa syukur.
Ayah Mursyid, tokoh Baduy Dalam, mengatakan bahwa perayaan Seba menghindarkan bangsa dari segala bentuk musibah.
“Jika tidak melaksanakan perayaan Seba dikhawatirkan terkena musibah bencana alam,” tutur Ayah Mursyid (29/4/23).
Ayah Mursyid pun menyampaikan pesan damai dalam tradisi Seba kepada seluruh masyarakat mengenai kerukunan dalam Pemilu 2024.
“Kita jangan sampai para elit politik yang kalah dalam pertarungan politik menjadi provokator untuk memecahkan belah anak bangsa, sehingga bisa merugikan masyarakat,” tuturnya.
Jaro Saija, Kepala Desa Kanekes dan juga tokoh adat Baduy, juga menyampaikan pesannya yang bernada sama.
“Kami berharap bangsa ini ke depan menjadi lebih baik dengan memperkuat persatuan, sehingga tidak akan terjadi konflik maupun perpecahan, bahkan kehidupan masyarakat aman,tentram dan damai,” tuturnya.
Masyarakat Baduy adalah suku di daerah Banten yang mampu mempertahankan tradisinya hingga hari ini. Suku Baduy kini terdiri dari 11.600 warga dan tersebar di 58 kampung. Kecintaan Suku Baduy akan sikap hidup damai sudah sangat terkenal.
Bahkan, hingga hari ini, tidak pernah terjadi perpecahan di antara mereka. Warga Badui pun tidak pernah ada yang terlibat tindak kriminal atau perilaku yang merugikan orang lain.
Dan untuk mobilisasinya, Suku Badui lebih memilih berjalan kaki ke mana pun mereka pergi, dan menolak menggunakan kendaraan. (*)
Tidak ada komentar