Site icon BantenDaily

Tangsel Dorong Layanan Publik Inklusif: Fasilitas Ramah Disabilitas Terus Dikembangkan

Pemkot Tangsel perkuat layanan publik inklusif lewat Pekan Tuli Internasional, hadirkan fasilitas ramah disabilitas.

Peserta dan perwakilan Pemkot Tangerang Selatan berfoto bersama dalam rangkaian kegiatan Pekan Tuli Internasional 2025 di Tangsel. (Foto: Ist)

KOTA TANGSEL | BD Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) terus berkomitmen menghadirkan fasilitas dan layanan publik yang lebih ramah bagi penyandang disabilitas.

Hal tersebut diungkapkan oleh Sekretaris Bappelitbangda Tangsel, Buana Mahardika, dalam rangkaian kegiatan Pekan Tuli Internasional yang digelar di Tangsel pada Kamis, 25 September 2025.

Buana menuturkan, Pekan Tuli Internasional menjadi agenda tahunan yang rutin diselenggarakan. Bahkan, pada tahun sebelumnya Tangsel juga dipercaya menjadi tuan rumah bertepatan dengan peringatan Hari Bahasa Isyarat.

“Melalui seminar ini, kita ingin memberikan keberanian kepada teman-teman Tuli agar tidak ragu menyampaikan pendapat kepada siapa saja, karena mereka memiliki hak yang sama dengan kita yang bisa mendengar,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa bahasa isyarat di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri. “Di Tangsel saja ada bahasa isyarat dengan huruf C, berbeda dengan di Amerika atau negara lainnya,” tambahnya.

Sejalan dengan semangat inklusi, Pemkot Tangsel telah melakukan perbaikan fasilitas umum, misalnya dengan mengganti zebra cross menjadi pelican cross yang dilengkapi suara untuk tunanetra, layar untuk pengguna Tuli, serta guiding block bagi penyandang disabilitas.

“Ini merupakan salah satu contoh peningkatan fasilitas publik yang inklusif. Dalam RPJMD sudah tertuang jelas, misi utama pembangunan SDM diarahkan pada inklusi untuk semua kalangan: balita, lansia, laki-laki, perempuan, maupun penyandang disabilitas,” terang Buana.

Sebagai bentuk dukungan moral, Pemkot Tangsel juga menyalakan lampu biru di Menara Tangsel. “Semua sektor mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga sosial diarahkan pada konsep inklusi,” imbuhnya.

Meski begitu, ia mengakui masih ada aspek yang perlu dibenahi, khususnya dalam layanan komunikasi. “Sebagus apa pun fasilitas yang dibangun, pasti ada kekurangannya. Kita yang bisa mendengar juga perlu belajar memahami budaya teman-teman Tuli, bukan hanya meminta mereka menyesuaikan diri,” jelas Buana.

Untuk ke depan, ia mendorong agar setiap unit layanan publik memiliki petugas yang memahami bahasa isyarat serta membuka peluang kerja sama dengan sektor swasta. “Kalau usulan ini mendapat persetujuan dari Pak Wali Kota, tentu akan segera dipersiapkan. Kolaborasi dengan pihak swasta juga penting agar layanan publik yang inklusif benar-benar terwujud,” pungkasnya. (Idris Ibrahim)

Exit mobile version