BANTEN | BD — Gubernur Banten, Andra Soni, kini dihadapkan pada tantangan besar untuk menunjukkan keberaniannya dalam memberantas korupsi di daerahnya. Direktur Centre for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menegaskan bahwa tindakan nyata diperlukan, bukan sekadar slogan. Masyarakat Banten menantikan langkah konkret dari Andra Soni dan Wakil Gubernur Dimiyati Natakusumah untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan transparan.
Tantangan ini semakin mendesak setelah terungkapnya kekayaan fantastis yang dimiliki oleh lima Kepala Dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten. Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa kekayaan kelima kadis tersebut jauh melebihi rata-rata, bahkan ada yang lebih tinggi dari harta kekayaan Gubernur sendiri. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai asal-usul kekayaan mereka dan dugaan praktik korupsi yang perlu diusut tuntas.
Uchok menekankan bahwa hasil LHKPN seharusnya menjadi sinyal bagi Andra Soni untuk segera bertindak. Ia mengingatkan bahwa akumulasi kekayaan yang mencolok ini bisa jadi merupakan indikasi adanya penyalahgunaan wewenang dan praktik korupsi yang telah berlangsung lama. “Gubernur harus berani mengambil langkah tegas untuk menyelidiki asal-usul kekayaan ini dan memastikan tidak ada pejabat yang kebal hukum,” ujarnya kepada wartawan pada Kamis, 20 Februari 2025.
Salah satu kasus yang paling mencolok adalah kekayaan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Banten, yang tercatat memiliki harta mencapai Rp24 miliar. Gaji dan tunjangan seorang pejabat eselon II tidak mungkin mencapai angka tersebut dalam kondisi normal. “Dari mana asal kekayaan sebesar itu? Apakah ada bisnis sampingan yang sah, atau justru ini hasil praktik korupsi yang dibiarkan selama bertahun-tahun?” tanya Uchok.
Selain Kadinkes, terdapat juga Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang memiliki harta kekayaan sebesar Rp12 miliar, serta Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah yang tercatat memiliki Rp8,7 miliar. Semua ini menambah daftar panjang pertanyaan yang harus dijawab oleh pemerintah daerah.
Uchok juga mengkritik lambannya proses hukum terkait dugaan pungutan liar (pungli) yang melibatkan beberapa kepala dinas tersebut. “Jika ada indikasi kuat, mengapa proses hukumnya berjalan sangat lambat? Apakah ada upaya melindungi oknum tertentu? Jika kasus ini dibiarkan berlarut-larut, masyarakat akan semakin kehilangan kepercayaan terhadap pemerintahan daerah,” tegasnya.
Dengan adanya tekanan dari aktivis dan masyarakat, diharapkan Gubernur Andra Soni dapat segera mengambil langkah-langkah konkret untuk melakukan audit dan investigasi terhadap kekayaan para pejabat tersebut. “Kami menunggu tindakan nyata dari Gubernur. Jika tidak ada langkah tegas, janji untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan hanya akan menjadi omong kosong,” pungkas Uchok. (*)
Tidak ada komentar