Validasi Data TB dan HIV di Kabupaten Tangerang, Fokus Tingkatkan Kualitas Layanan Kesehatan

waktu baca 2 menit
Kamis, 18 Sep 2025 21:03 106 Nazwa

TANGERANG | BD – Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang melaksanakan kegiatan Kolaborasi TB/HIV Data Validation at District Level (Priority District) pada Rabu, 17 September 2025. Agenda ini digelar untuk memperkuat koordinasi lintas program sekaligus memastikan keakuratan data TB dan HIV sebagai langkah strategis menuju target eliminasi pada tahun 2030.

Acara dibuka oleh Pengelola Program HIV Kabupaten Tangerang, Yosi Sepriani Purba. Dalam sambutannya, Yosi menekankan bahwa keabsahan data menjadi pijakan utama dalam merancang strategi, melakukan pemantauan, hingga mengevaluasi layanan kesehatan masyarakat.

“Data yang valid serta terintegrasi akan sangat membantu dalam menyusun langkah strategis, mengatasi tantangan di lapangan, dan menjamin keberlangsungan layanan TB maupun HIV secara efektif,” ujar Yosi.

Kegiatan ini menghadirkan pengelola program TB dan HIV, tenaga kesehatan dari 37 puskesmas serta rumah sakit, hingga perwakilan komunitas. Fokus utama meliputi sinkronisasi data pasien, identifikasi kendala lapangan, serta penyusunan tindak lanjut untuk meningkatkan kualitas layanan di tingkat kabupaten.

Yosi menegaskan, forum ini sangat berarti terutama bagi fasilitas kesehatan yang baru ditetapkan sebagai PDP (Penyedia Dukungan Pasien). “Kesempatan ini harus menjadi momen untuk meningkatkan kapasitas, memperkuat pemahaman, sekaligus memastikan kolaborasi TB dan HIV berjalan lebih optimal,” jelasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa meskipun program TB lebih dulu berjalan, eliminasi tidak akan tercapai tanpa integrasi penuh dengan layanan HIV. Hal itu mencakup skrining silang antara pasien TB dan HIV, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), ketersediaan obat, hingga tindak lanjut kasus di lapangan.

Pada kesempatan tersebut, dr. Adria Rusli, Sp.P(K) dari RSPI Prof. dr. Sulianti Saroso turut hadir sebagai narasumber. Ia menekankan pentingnya pemberian ARV secara segera bagi pasien TB yang juga terdiagnosis HIV.

“Idealnya, ARV diberikan di hari yang sama saat pasien TB dinyatakan HIV-positif. Jangan sampai ada hambatan karena faktor administrasi maupun mekanisme BPJS,” tegas dr. Adria.

Ia menambahkan, Puskesmas dinilai lebih konsisten dalam menerapkan standar layanan dibanding rumah sakit. Padahal, target nasional mewajibkan 100% pasien TB diskrining HIV, dan sebaliknya pasien HIV diskrining TB.

Selain itu, dr. Adria juga meluruskan penggunaan istilah “TB” dan “TBC”. Menurutnya, istilah “TBC” sempat dipakai untuk mengurangi stigma, tetapi standar internasional tetap menggunakan “TB”. “Yang paling penting bukanlah istilah, melainkan bagaimana layanan dapat menjangkau pasien dengan cepat dan tepat,” jelasnya.

Melalui forum validasi ini, dr. Adria berharap koordinasi tenaga kesehatan di puskesmas maupun rumah sakit semakin solid, sehingga data benar-benar mencerminkan kualitas layanan. “Integrasi TB-HIV harus berjalan tanpa hambatan agar target eliminasi 2030 bisa diwujudkan,” pungkasnya. (*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA