Abraham Tekankan Pentingnya Peran Civitas Akademika dalam Pencegahan Kekerasan Seksual di Banten

waktu baca 3 menit
Jumat, 13 Des 2024 18:36 0 3 Redaksi

TANGERANG | BD — Anggota DPRD Banten, Abraham Garuda Laksono, menekankan kebutuhan akan keterlibatan aktif seluruh civitas akademika dalam usaha mencegah kekerasan seksual di kampus.

Pernyataan ini diungkapkan dalam kegiatan sosialisasi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi Banten, yang diadakan di Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Tangerang, pada Rabu, 11 Desember 2024.

Sebagai alumni dari Universitas James Cook University, Singapura, Abraham menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara mahasiswa, dosen, dan pihak rektorat untuk menciptakan atmosfer kampus yang aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan seksual.

Abraham mengungkapkan keprihatinannya akan tingginya angka kekerasan seksual. “Data menunjukkan bahwa satu dari empat perempuan berusia 15-64 tahun pernah menjadi korban kekerasan seksual,” ucapnya dengan tegas. Menurutnya, angka ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi semua pihak, termasuk institusi pendidikan.

Data tersebut diambil dari Survei Prevalensi dan Hubungan Antar Faktor Risiko Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (SPHPN) 2024 dan Sistem Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (SNPHAR) 2024 dari Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak.

Dalam sosialisasi ini, politikus berusia 23 tahun dari PDI Perjuangan tersebut mendorong perguruan tinggi untuk mengambil langkah nyata dalam mencegah kekerasan seksual.

Beberapa tindakan yang diusulkan meliputi: pengintegrasian materi pencegahan kekerasan seksual dalam kurikulum, pembentukan unit khusus untuk mendukung korban kekerasan seksual, serta peningkatan efektivitas mekanisme pelaporan kasus kekerasan seksual.

Abraham berharap kegiatan sosialisasi ini dapat menjadi titik awal bagi UMN dan institusi pendidikan lainnya di Banten untuk membangun lingkungan kampus yang lebih aman, inklusif, dan ramah bagi semua anggotanya.

Sementara itu, narasumber lainnya, Dr. Indiwan Seto Wahyu Wibowo dari UMN, menyoroti masalah pelecehan seksual yang terjadi di platform media sosial.

Indiwan mengusulkan solusi untuk menangani cyberbullying dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) guna mendeteksi dan mencegah pelecehan seksual secara online.

“Sistem AI ini berfungsi dengan menganalisis berbagai jenis konten, termasuk teks, gambar, dan video, untuk mengenali pola perilaku cyberbullying. Keunggulan teknologi ini terletak pada kemampuannya dalam mendeteksi bentuk-bentuk pelecehan yang tersamar dan sulit dikenali oleh manusia,” jelasnya.

Dengan kemampuan untuk menganalisis bahasa, konteks, dan emosi yang tersembunyi, AI dapat mengidentifikasi komentar, gambar, atau video yang berisi unsur intimidasi, ancaman, atau pelecehan seksual, meskipun pelaku berusaha menyembunyikan niat buruknya.

“Deteksi dini dan tindakan proaktif yang ditawarkan oleh sistem AI diharapkan mampu mengurangi dampak negatif cyberbullying terhadap korban secara signifikan. Tindakan ini dapat berupa peringatan bagi pelaku, penghapusan konten merugikan, atau bahkan pemblokiran akun pelaku, yang memungkinkan pencegahan eskalasi pelecehan dan perlindungan korban dari trauma lebih lanjut,” tambahnya.

Meskipun penerapan AI dalam mengatasi cyberbullying memberikan solusi yang lebih efektif dan efisien, Indiwan juga mencatat beberapa tantangan. Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi bias dalam algoritma yang dapat menimbulkan ketidakadilan atau kesalahan dalam identifikasi kasus cyberbullying. Selain itu, perlindungan terhadap privasi data pengguna juga menjadi hal penting yang perlu dijaga agar penggunaan AI tetap etis dan bertanggung jawab.

“Walaupun demikian, potensi AI untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman tidak bisa diabaikan. Dengan pengembangan dan penyempurnaan teknologi yang terus-menerus, serta penerapan etika dan regulasi yang tepat, AI berpotensi menjadi garda terdepan yang efektif dalam melawan cyberbullying serta melindungi pengguna media sosial dari ancaman kekerasan online,” tutupnya.

Sosialisasi Raperda ini diharapkan menjadi langkah awal dalam meningkatkan kesadaran serta partisipasi aktif masyarakat kampus untuk mencegah kekerasan seksual dan kekerasan berbasis digital. Pendekatan edukatif dan penguatan regulasi dianggap sangat penting untuk melindungi kelompok rentan dan menciptakan lingkungan kampus yang aman dan inklusif.

“Dengan kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, dan mahasiswa, diharapkan upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat dilaksanakan dengan lebih efektif dan menyeluruh,” tutup Abraham. (*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA