Suasana sidang perkara dugaan memasuki pekarangan tanpa izin di Pengadilan Negeri Tangerang beberapa waktu yang lalu. (Foto: Ist)TANGERANG | BD — Kuasa hukum pelapor Abadi Tjendera, Rully Tarihoran, membantah tegas tuduhan pihak terdakwa yang menuding kesaksian kliennya palsu dan sertifikat tanahnya bermasalah. Rully menegaskan bahwa seluruh keterangan Abadi di persidangan sah, konsisten, dan didukung bukti hukum kuat berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 05292 Tahun 2019 yang diterbitkan secara resmi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Kesaksian klien kami disampaikan secara konsisten di hadapan Majelis Hakim dan didukung SHM yang sah. Tidak ada satu pun koreksi dari majelis, sehingga tudingan kesaksian palsu itu tidak berdasar,” ujar Rully Tarihoran dalam keterangan pers yang diterima BantenDaily, Senin (3/11/2025).
Rully menegaskan, SHM Nomor 05292/2019 merupakan dokumen resmi yang diterbitkan negara dan hingga kini belum pernah dibatalkan melalui putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, Abadi Tjendera tetap menjadi pemilik sah atas objek tanah yang menjadi pokok perkara.
Menurutnya, tudingan dari tim penasihat hukum terdakwa Andreas Tarmuji dan Januaris Siagian bersifat tendensius dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Berdasarkan Pasal 32 ayat (2) PP No.24 Tahun 1997, SHM memiliki kekuatan pembuktian mutlak dalam hukum pertanahan. Maka, menggugat keabsahannya tanpa bukti kuat sama saja meniadakan prinsip legalitas negara,” tegasnya.
Menanggapi tuduhan pelanggaran Pasal 242 KUHP tentang pemberian keterangan palsu, Rully menilai langkah tersebut tidak memiliki dasar hukum materiil yang cukup.
“Penerapan Pasal 242 KUHP hanya bisa dilakukan jika ada bukti nyata mengenai niat memberikan keterangan palsu. Tuduhan sepihak tanpa dasar kuat tidak bisa dikategorikan sebagai delik keterangan palsu,” jelasnya.
Ia menambahkan, laporan dugaan pemalsuan SHM yang diajukan pihak terdakwa merupakan upaya defensif yang tidak relevan dengan pokok perkara utama, yakni dugaan tindak pidana memasuki pekarangan tanpa izin sebagaimana diatur dalam Pasal 167 KUHP.
“Isu pemalsuan SHM itu terpisah dan belum terbukti. Tidak bisa dijadikan alasan untuk menutupi dugaan pelanggaran pidana karena telah memasuki dan menguasai pekarangan tanpa hak,” kata Rully.
Rully juga menyoroti dasar kepemilikan yang digunakan terdakwa, yaitu Surat Pembebasan Hak dan Kuasa Jual, yang menurutnya tidak memiliki kekuatan hukum setara dengan SHM.
“Surat itu hanya dokumen privat, bukan dokumen negara. Penguasaan fisik lahan selama beberapa tahun tidak otomatis menjadikan seseorang sebagai pemilik sah dalam sistem hukum pertanahan Indonesia,” imbuhnya.
Sebelumnya, penasihat hukum terdakwa Erdi Surbakti menilai kesaksian Abadi Tjendera sarat rekayasa dan tidak sesuai dengan kondisi lapangan. Ia menyebut, kliennya—Andreas Tarmudi dan Januaris Siagian—telah menghuni dan membangun rumah di lahan tersebut sejak tahun 2000.
“Kesaksian pelapor penuh kebohongan, berbelit dan tidak konsisten,” ujar Erdi di Komplek The Modern Golf Apartment Tower Merah, Kota Tangerang, Jumat (31/10/2025), dikutip dari limitnews.net.
Menurut Erdi, lahan itu dibeli dari Budi Hasan berdasarkan Surat Pembebasan Hak dan Kuasa Jual dari Tatang Thoha. Sementara Abadi Tjendera mengaku membeli lahan yang sama dari Iswandi Rifki pada tahun 2014 berdasarkan AJB No.97/2014, atau 14 tahun setelah penguasaan terdakwa dimulai.
Pihak terdakwa juga menilai penerbitan SHM No.05292/2019 cacat hukum karena tidak melibatkan penghuni lama dalam proses pengukuran. Namun, pihak pelapor menegaskan bahwa seluruh prosedur administrasi BPN telah dilakukan sesuai ketentuan PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Kini, kedua pihak sama-sama menempuh jalur hukum. Terdakwa melaporkan Abadi atas dugaan pemalsuan dokumen, sementara Abadi melalui kuasa hukumnya menegaskan bahwa terdakwa telah melanggar Pasal 167 KUHP karena memasuki dan menguasai lahan tanpa hak.
Persidangan perkara ini akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan. Publik kini menanti bagaimana Majelis Hakim menilai kekuatan alat bukti, keabsahan SHM, dan konsistensi kesaksian kedua pihak sebelum menjatuhkan putusan akhir. (*)
Tidak ada komentar