BANTEN | BD – Rini Intama adalah seorang penulis kelahiran Garut, Jawa Barat. Karyanya berbentuk novel, cerita pendek, dan puisi. Tetapi ia lebih dikenal karena karya-karya puisinya.
Bahkan dari karya-karyanya, Rini Intama berhasil meraih berbagai penghargaan, termasuk Anugerah Acarya Sasttra bagi Pendidik dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud tahun 2017.
Salah satu ciri khas puisi-puisi Rini Intama adalah banyak menggunakan latar belakang alam untuk menyusun pemikirannya dalam puisi. Beberapa puisinya yang menggunakan lanskap dan sejarah Tangerang mendapat sorotan luas dan sangat dihargai.
Berikut beberapa puisi Rini Intama yang pernah dimuat di laman web Basabasi:
1. ANAK ANAK TAK LAGI LAHIR DARI BATANG POHON
Tanah tanah mencair, jadi jalan jalan luas
Bebatu dan akar tak bisa saling bercinta
Anak anak tak lagi lahir dari batang pohon
Sedang burung burung terbang menjauhi sarang
Menembus kabut, menuai angin dan aroma hutan mati
Dari tanah dan luka meranti
Tertulis sudah syair dari batu batu ofiolit
Tertanam harapan tinggi menyusuri lereng
Melewati reranting jatuh, akar lesap, daun kering
Begitulah burung burung
Sayap menerbangkan kentalnya rindu
Dari hilangnya tempat kelahiran
Terdengarlah detak jantung sungai
Mengurai rindu tersesat di belantara hampa
Dan melewati harapan harapan patah
Sebab pohon tumbang mengalirkan air
Sungai di halaman rumah
Menenggelamkan air mata
Tangerang, Januari 2021
2. PEREMPUAN YANG MENULIS KATA-KATA
Pada semesta yang bergembira
Perempuan menyeduh panas di cangkir kehidupan
Menunggu berita dari tujuh arah mata angin
Yang mencumbui awan, jadi kabut dan hujan
Menemukan ribuan kata dari rimbunnya pilu
Dari desir angin dan langit berawan
Perempuan tersenyum membersihkan luka
Agar hilang terbakar waktu dan angan angan
Menyusuri jalan sunyi dan langit abu abu
Memetik ingatan tentang masa kecil dan hujan
Mencatat rangkaian luka dan kesedihan itu
Menyalakan aksara dalam ingatan
Mengalirkan detak
Memahat kalimat
Tangerang, Januari 2021
3. Mengukur Bayang
Di sebuah masa
Saat mengejar bintang-bintang
Kita berlarian di sepanjang pantai
Melupakan mimpi yang dikunyahi waktu
Bukankah Tuhan telah menundukkan lautan
Memberi ikan ikan, menabur impian
Dari kilau mutiara dan tarian ombak
Lalu kita lihat bahtera berlayar
Semesta memeluk gunung gunung
Tanah dan lautan manusia dan cahaya langit
Kudengar riuh suara kemanusiaan
Di antara manusia dan padang luas
Bumi bicara tentang keesaan Tuhan
Dengan kitab penerang dan kata kata indah
Getar rindu telah menyerupai awan
Bergulung gulung di langit hingga ke ujung cakrawala
Aku kabarkan ke semua penjuru hati
Seperti gelap gulita di lautan yang dalam
Yang diliputi oleh ombak
Dan berpayung awan kelabu
Tangerang, Maret 2020
4. Lelaki Batu
Kutemui kau jadi pasir di dasar sungaisungai yang bisu
Yang tumbuh dari arus dan kesunyian yang hampir mati
Kutemui kau jadi batang kayu dari pohon yang tumbang
Yang tumbuh dari kebaikan musim
Juga dari tanah dan hutan yang hampir habis
Kutemui kau terkubur aroma kematian nurani
Di antara kelopak mawar dan melati
Di antara sejuk kabut dan angin gunung
Yang telah mengarungi sekian ribu mil perjalanan
Maka kumaknai kau sebagai batu
Yang lupa bagaimana berkata kata
Apalagi menyimak air mata kami
“temuilah hutan hutan itu”
Di segala arah mata angin yang mengabarkan kehidupan
Yang akan memaknai setiap sisi tubuhmu sendiri
Tangerang, November 2019
5. Syair Hujan
Aku selalu suka hujan
Pada bulan bulan di akhir tahun
Sebab ini waktunya menulis kata
Di atas daun dan tanahtanah basah
“aku mencintaimu”
Lihat langit yang tak putus berdoa
Lalu jadi setapak jalan awan
Yang merangkul cahaya laut
Jadi pesan abadi matahari dan angin
“ooh inilah tanda hujan menyalakan sungaisungai”
Ada kehidupan di pucuk daun dan mekarnya bunga
Setelah semua kesabaran dibungkus air mata
Tangerang, Oktober 2019
***
Tidak ada komentar