Federasi Serikat Pekerja Penerbangan Indonesia Resmi Berdiri, Siap Perkuat Kemandirian Aviasi Nasional

waktu baca 4 menit
Senin, 13 Okt 2025 13:25 153 Nazwa

JAKARTA | BD — Lima serikat pekerja utama di sektor penerbangan nasional resmi bersatu dan membentuk wadah baru bernama Federasi Serikat Pekerja Penerbangan Indonesia (FSPPI). Federasi ini hadir sebagai simbol kolaborasi dan perjuangan bersama untuk memperkuat kedaulatan, kesejahteraan, serta keberlanjutan industri penerbangan di Tanah Air.

Deklarasi berdirinya FSPPI menjadi tonggak penting dalam sejarah hubungan industrial penerbangan. Untuk pertama kalinya, pekerja dari berbagai lini — mulai dari pilot, petugas navigasi udara, pengelola bandara, layanan darat, hingga teknisi pesawat — berhimpun dalam satu federasi nasional yang solid.

FSPPI telah resmi terdaftar di Dinas Ketenagakerjaan Kota Tangerang dengan nomor pencatatan B/1980/500.15.13.1/IX/2025, serta berafiliasi di bawah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).

Federasi ini menghimpun lima organisasi pekerja di bidang aviasi, yaitu Asosiasi Pilot Garuda Indonesia (APG), Serikat Pekerja Angkasa Pura Indonesia (SP API), Serikat Karyawan Airnav Indonesia (SKYNAV), Serikat Pekerja Aerotrans Service Indonesia (SPASI), dan GMF Employee Club (GEC).

Pilar Baru Dunia Aviasi Nasional

Mengusung semangat Solidaritas, Profesionalisme, dan Kemitraan Strategis, FSPPI ingin menjadi penghubung antara pekerja, manajemen, dan pemerintah untuk memperkuat daya saing industri penerbangan nasional di tengah tantangan global.

Federasi ini bertekad memperjuangkan lima agenda utama: peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi pekerja, peningkatan kompetensi SDM, membangun hubungan industrial yang harmonis, memperkuat kemandirian industri penerbangan, serta berperan aktif dalam kebijakan penerbangan global dan regional.

Suara dari Langit

Presiden Asosiasi Pilot Garuda Indonesia (APG), Capt. Ruli Wijaya, menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam menerapkan Open Sky Policy agar tidak mengorbankan kedaulatan udara nasional.
“FSPPI hadir untuk memastikan kebijakan liberalisasi rute dilakukan secara adil — efisien, namun tetap menjaga kemandirian bangsa. Langit Indonesia bukan sekadar ruang udara, tapi simbol kedaulatan,” ujarnya, Senin (13/10/2025).

Sementara itu, Ketua Umum Serikat Karyawan Airnav Indonesia (SKYNAV), Muhammad Ndaru Gamayanto, menekankan pentingnya keterlibatan pekerja dalam proses pembuatan kebijakan di era digitalisasi navigasi udara.
“Keselamatan penerbangan adalah harga mati. Pekerja harus dilibatkan dalam setiap proses kebijakan, bukan hanya menjadi pelaksana di lapangan,” katanya.

Ketua Umum Serikat Pekerja Angkasa Pura Indonesia (SP API) yang juga menjabat Ketua Umum FSPPI, Jemmy J. Pongoh, menambahkan bahwa federasi ini lahir dari kesadaran kolektif untuk menyeimbangkan kepentingan antara industri dan pekerja.
“Kami ingin menegaskan bahwa kesejahteraan dan profitabilitas tidak perlu dipertentangkan. Dengan tata kelola yang baik, keduanya dapat berjalan beriringan demi kemajuan bangsa,” tegasnya.
“FSPPI akan mengawal transformasi industri penerbangan agar tetap beretika, berkelanjutan, dan berpihak pada pekerja.”

Dari Landasan ke Hangar

Ketua Umum Serikat Pekerja Aerotrans Service Indonesia (SPASI), Suhendra, menilai bahwa pekerja layanan darat memiliki peran penting dalam menjaga kenyamanan dan keselamatan penumpang.
“FSPPI menjadi wadah bagi para pekerja ground handling, kru transportasi, dan tenaga pendukung untuk turut menentukan arah masa depan penerbangan Indonesia,” ujarnya.

Adapun Budi Cahyono, Ketua Umum GMF Employee Club (GEC), menyoroti pentingnya pengakuan terhadap teknisi penerbangan sebagai penjaga keselamatan yang sering kali luput dari sorotan.
“Kelaikan udara dimulai dari hangar. SDM teknis adalah aset strategis yang harus dilindungi, ditingkatkan kompetensinya, dan diberi ruang untuk berkembang,” katanya.

Langit Indonesia Harus Dikuasai Anak Bangsa

Ketua Dewan Pembina FSPPI, Mohammad Jumhur Hidayat, menegaskan bahwa sektor penerbangan merupakan urat nadi konektivitas nasional sekaligus simbol kedaulatan negara.
“Liberalisasi udara tidak boleh dilakukan tanpa arah. Langit Indonesia harus tetap dikuasai oleh tenaga profesional anak bangsa,” ujarnya.

Jumhur juga menyoroti tiga tantangan besar industri penerbangan modern: liberalisasi, dekarbonisasi, dan digitalisasi. Ia menilai, Indonesia perlu menavigasi ketiganya dengan berpegang pada prinsip kedaulatan, keberlanjutan, dan keadilan sosial.

Ia menyerukan perlunya strategi nasional yang berfokus pada keselamatan navigasi udara, penguatan industri MRO domestik, pengembangan pesawat perintis, peningkatan SDM berstandar internasional, transisi energi hijau (Sustainable Aviation Fuel), serta perlindungan pekerja di era digitalisasi.
“FSPPI memiliki posisi penting untuk menjadi mitra pemerintah dalam membangun industri penerbangan yang berdaulat, aman, dan berkeadilan,” tegasnya.

Menuju Masa Depan Penerbangan yang Berkeadilan

Ke depan, FSPPI berkomitmen aktif dalam isu-isu penerbangan global. Fokus utamanya meliputi peningkatan peran Indonesia di forum ICAO dan ASEAN Air Transport, penguatan konsep green aviation, penerapan sistem keselamatan terpadu (Safety Management System), peningkatan keterampilan tenaga kerja, serta pemerataan konektivitas udara hingga ke wilayah perbatasan dan kepulauan.

Dengan terbentuknya FSPPI, pekerja penerbangan Indonesia kini memiliki wadah baru untuk memperjuangkan hak dan masa depannya. Federasi ini menjadi bukti bahwa kemajuan industri hanya memiliki makna jika turut membawa kesejahteraan bagi mereka yang menjaga langit negeri ini. (*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA