Dr. Ichsanuddin Noorsy (Foto: Dok. pribadi)JAKARTA | BD — Kontroversi pembangunan Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) kembali mencuat setelah Gubernur Bali dan Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan melontarkan pernyataan yang berbeda arah dengan kebijakan resmi Presiden Prabowo Subianto. Pakar ekonomi politik dan analis kebijakan publik, Dr. Ichsanuddin Noorsy, menilai sikap tersebut sebagai langkah yang tidak tepat dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum maupun investasi.
“Ini pelecehan terhadap kebijakan presiden, sekaligus menimbulkan kebingungan publik serta mengancam iklim investasi,” ujar Noorsy dalam perbincangan dengan wartawan di Jakarta, Senin (6/10/2025).
Menurut Noorsy, dalam sistem pemerintahan yang sehat, hierarki kebijakan harus dijaga. Peraturan Presiden (Perpres) merupakan turunan langsung dari RPJMN yang menjadi arah pembangunan nasional. Karena itu, pejabat pusat maupun daerah wajib tunduk pada keputusan presiden yang telah ditegaskan dalam Perpres.
Namun, publik justru dibuat bingung dengan pernyataan Gubernur Bali (30 Juni 2025) dan Dirjen Perhubungan Udara (27 September 2025) yang mewacanakan pemindahan lokasi bandara dari Kubutambahan, Buleleng ke Sumberklampok, wilayah di dalam Taman Nasional Bali Barat.
Noorsy menegaskan, keputusan tersebut jelas menabrak aturan. Lokasi BIBU sudah dikukuhkan dalam Perpres No. 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025–2029 yang ditandatangani Presiden Prabowo pada 10 Februari 2025. Perpres, kata Noorsy, bersifat final dan mengikat.
“Tidak ada lagi ruang untuk tawar-menawar. Pernyataan dua pejabat ini sama saja dengan insubordinasi birokrasi yang bisa merusak tata kelola pemerintahan dan menghancurkan kepercayaan investor,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menyinggung inkonsistensi sikap Dirjen Perhubungan Udara. Sebelumnya, pada 23 Desember 2020, sang Dirjen justru menolak Sumberklampok karena tidak sesuai Perda Tata Ruang Bali, mengancam konservasi Taman Nasional Bali Barat, serta berpotensi menimbulkan konflik ruang udara dengan Bandara Blimbingsari di Banyuwangi.
Bagi Noorsy, pembangunan BIBU di Kubutambahan merupakan wujud visi besar Presiden Prabowo menjadikan Bali sebagai poros pertumbuhan ekonomi baru di kawasan timur Indonesia. Proyek ini bahkan sudah didukung lintas kementerian serta memiliki komitmen investasi swasta hingga Rp50 triliun.
Dukungan serupa juga datang dari tokoh adat Bali yang tergabung dalam Paiketan Puri-Puri Se-Jebag Bali (P3SB) serta Forum Silaturahmi Keraton Nusantara (FSKN). Mereka mendesak Presiden segera memulai pembangunan sesuai Perpres yang sudah berlaku.
“Tidak boleh ada ego sektoral yang menabrak keputusan kepala negara. Kalau dibiarkan, bukan hanya melecehkan Presiden, tapi juga mempermalukan Republik di mata dunia internasional,” pungkas Noorsy. (*)
Tidak ada komentar