YOGYAKARTA | BD – Dalam tradisi Lebaran, orang Jawa mengenal Lebaran Ketupat atau Bakda Kupat. Tradisi religius ini ternyata mempunyai akar sejarah yang cukup dalam, yakni bermula dari ajaran Sunan Kalijaga kepada masyarakat Jawa mengenai saling memaafkan di akhir puasa Ramadhan.
Lebaran Ketupat atau Bakda Kupat dilaksanakan seminggu setelah Lebaran, tepatnya pada tanggal 8 Syawal. Tradisi ini juga dikenal sebagai Syawalan pada masa sekarang. Sebelum merayakan Lebaran Ketupat, didahului dengan puasa sunnah selama enam hari.
Filosofi Lebaran Ketupat atau Bakda Kupat
Bakda Kupat, dalam bahasa Jawa, merupakan kependekan dari ‘Ngaku Lepat’ atau mengakui kesalahan. Jadi dalam tradisi perayaan Bakda Ketupat, semua orang wajib mengakui kesalahannya dan memaafkan kesalahan orang lain.
Selain itu Bakda Kupat juga dapat dipanjangkan menjadi ‘Ngaku Papat’ atau empat tindakan yang dilakukan setelah melalui puasa Ramadhan. Keempat tindakan tersebut adalah:
1. Lebaran
Lebaran bermakna ‘setelah usai’ yang merupakan pertanda berakhirnya masa puasa. Lebaran juga dapat diartikan pintu yang terbuka lebar, tanda terbukanya kembali pintu-pintu yang tertutup karena dosa atau kesalahan kepada sesama dan Tuhan.
2. Luberan
Luberan atau ‘limpahan’ bermakna ajaran untuk selalu memberikan sedekah untuk kaum kecil. Salah satu yang menjadi ritual wajib luberan adalah memberikan zakat.
3. Leburan
Leburan atau ‘melebur hingga habis’ bermakna setiap umat Islam harus saling memaafkan.
4. Laburan
Laburan atau ‘kapur’ bermakna putih. Kapur yang dapat menjernihkan air juga bermakna sucinya kembali lahir dan batin dalam laku saling memaafkan tersebut.
Filosofi Ketupat atau Kupat
Subchi A Fikri, seorang pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Pesantren Buntet di Cirebon, menjelaskan filosofi dari ketupat atau kupat.
Ketupat mempunyai makna kesucian hati, karena ketika sebuah ketupat dibelah, akan terlihat putihnya nasi di dalamnya yang mencerminkan bersihnya dan sucinya hati setelah masa puasa dan saling memaafkan.
Wadah ketupat terbuat dari anyaman janur yang dijalin dengan rumit menandakan banyaknya kesalahan manusia.
Bentuk sempurna ketupat diartikan sebagai kesempurnaan kemenangan umat Islam setelah masa puasa Ramadhan.
Makna penyajian ketupat bersama guyuran lauk dan sayur dapat disebut dalam pantun Jawa ‘kupat santen, kulo lepat nyuwun pangapunten’ atau ‘ketupat santan, saya mengaku salah mohon dimaafkan’.
Tradisi Lebaran Ketupat
Dalam merayakan Lebaran Ketupat ini, umat Islam saling mengunjungi dan menyajikan hidangan ketupat lengkap dengan sayur dan lauknya.
Biasanya hidangan sayur dan lauknya berupa opor ayam, rendang sapi, empal kambing, atau bisa juga sekedar sayur daun singkong.
Di beberapa pesantren di Cirebon, Lebaran Ketupat dirayakan dengan menyajikan ketupat yang dikerjakan sebagai tirakat para santri. Anyaman janur atau daun kelapa muda yang menjadi wadah ketupat dikerjakan selama dua minggu sambil berdzikir atau bershalawat.
Tirakat yang dilakukan para santri di Cirebon tersebut merupakan ajaran dari Sunan Gunung Jati. Tradisi ini merupakan terusan dari ajaran Sunan Kalijaga yang dilakukan setiap tahun hingga sekarang.
Di masyarakat masa kini, yang lebih mengutamakan kepraktisan, sekarang banyak orang yang menjual wadah ketupat di berbagai tempat. Meskipun demikian, tradisi Lebaran Ketupat yang masih bertahan selalu memberikan nilai spiritual bagi yang melakukannya. (*)
Tidak ada komentar