Bukan Pungutan Wajib, Dedi Mulyadi Jelaskan Tujuan Gerakan Poe Ibu

waktu baca 2 menit
Rabu, 8 Okt 2025 14:17 128 Nazwa

JAWA BARAT | BD – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu atau Poe Ibu bukan merupakan kewajiban, melainkan ajakan untuk bersama membantu sesama. Ia menjelaskan bahwa dana yang terkumpul dari gerakan ini nantinya akan digunakan untuk menangani berbagai situasi darurat yang terjadi di tengah masyarakat.

“Yang menolak itu siapa?,” ujar Dedi saat menanggapi isu penolakan terhadap gerakan Poe Ibu pada Selasa (7/10/2025).

Menurut Dedi, penolakan hanya akan muncul jika gerakan tersebut bersifat wajib, padahal sebenarnya ini hanyalah bentuk ajakan. “Tidak ada unsur kewajiban di sini. Ini ajakan bagi RT, RW, desa, kelurahan, bupati, hingga wali kota untuk bersama warganya mengatasi masalah sosial di lingkungan masing-masing,” jelasnya usai menghadiri Rapat Paripurna Istimewa Hari Jadi Indramayu ke-489 di Gedung DPRD Kabupaten Indramayu.

Ia menambahkan bahwa konsep seperti Poe Ibu bukan hal baru bagi masyarakat Jawa Barat. Dedi mencontohkan adanya tradisi lama seperti beras perelek dan jimpitan, yang juga berlandaskan semangat gotong royong. “Sebagian orang salah paham, dikira uangnya dikumpulkan oleh gubernur. Padahal bukan begitu,” tegasnya.

Dedi juga menyoroti praktik serupa yang telah berjalan di sekolah melalui kas kelas, namun kerap tanpa laporan yang transparan. Karena itu, ia berencana membuat regulasi agar pengelolaan dana dapat dipublikasikan secara terbuka. “Misalnya, kelas 3B setiap bulan mengumpulkan Rp 200 ribu, nanti dicatat digunakan untuk apa saja, agar semua jelas,” ujarnya.

Lebih lanjut, Dedi menjelaskan bahwa dana hasil gerakan Poe Ibu akan dimanfaatkan untuk menyelesaikan persoalan sosial di tingkat pemerintahan paling bawah, sehingga kasus-kasus warga yang viral karena kesulitan ekonomi bisa diatasi lebih cepat. “Saya tidak ingin di tahun 2026 masih ada berita viral anak tidak punya seragam atau rumah roboh. Semua harus tuntas di tingkat desa, kelurahan, hingga kabupaten sebelum naik ke provinsi,” tegasnya.

Sebagai contoh, Dedi menceritakan kasus seorang warga Kabupaten Kuningan yang membutuhkan biaya operasi sebesar Rp110 juta di RS Harapan Kita dan datang langsung kepadanya untuk meminta bantuan. Ia menilai, seharusnya permasalahan seperti itu dapat diselesaikan terlebih dahulu di tingkat desa, lalu ke kabupaten jika tidak mampu, dan baru ke gubernur bila diperlukan.

Gerakan Poe Ibu sendiri tertuang dalam Surat Edaran Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang ditandatangani Dedi Mulyadi pada 1 Oktober 2025. Melalui gerakan ini, Dedi mengajak ASN, pelajar, dan masyarakat untuk menyisihkan Rp1.000 per hari guna membantu kebutuhan masyarakat yang mendesak, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan. (Nazwa)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA